Lihat ke Halaman Asli

Renda di Kapel (Kita Punya Rahasia di Hari Senggama (1))

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lanna.  Kost trio Jomblo, 31 Mei 2009

Gumpalan darah lagi. Apakah aku harus menjadikan pil KB ini sebagai 'kambing hitam' saja ? Oh Lanna, sayangi dirimu. Aku, terlahir sebagai premature yang menurut ibu tiriku, hal itu adalah bentuk aborsi dari si mbok yang kala itu masih duduk di bangku kelas dua SMKK. Bapak yang katanya mau bertanggungjawab namun ditolak mentah-mentah oleh eyang kakung dengan alasan bibit bebet bobot. Bayi Lanna yang sedang dibedong di ruang bayi rumah sakit swasta di Bandung 26 tahun yang lalu, kemudian ditinggal pulang ibunya dan terkubikal dalam kotak inkubator selama dua minggu. Pantas aja saat balita kulitku hampir hitam legam, mungkin terlalu lama 'terbakar' di bawah lampu neon 5 watt.

Kutatap wajah lonjong bertatahkan rambut semi ikal sebahu yang tebal. Terima kasih mama Sally, ibu tiriku yang telaten mengoleskan minya kemiri selama hampir 21 tahun masa hidupku. Hmmm tulang pipiku menonjol, sayu agak pucat. Tidak juga, ini terlampau pucat akibat dua hari perutku tak terisi nasi sedikitpun. Aku sengaja berpuasa dan berniat membuat deal denganNya, agar Tuhan mengantarkan mas Bayu kepadaku atau setidaknya mengabari. Dia tidak lagi mengabariku seakan lupa bahwa hampir 7 tahun hidup bersama dalam pavilion 'berjendela banyak' kebanggaan kami. Ahhh, jangan tanya nafsu yang membuncah setiap kali selepas berciuman. Aku sendiri sangat menikmati gairah birahi yang selalu tersalurkan bersama mas Bayu. Hanya dia, bukan karena dia telah memperawaniku saja, namun juga karena dia terlalu romantis dalam kesetiaannya. Pil-pil kb mulai kukonsumsi hampir 6 tahun ini, tanpa takut ancaman beresiko kanker serviks.

Setahun setelah memutuskan untuk meninggalkan Anom dan akhirnya menerima mas Bayu menjadi kekasihku, imajinasi liar sangat memotivasi untuk terjun langsung ke hal-hal baru. Toh bapak sudah tiada juga, dan mama Sally jauh di Bandung bersama Greg, adik tirikku. Adik laki-laki satu-satunya, lebih dari teman, pendengar dan sahabat nonton terbaikku. Karena Greglah aku memutuskan untuk menjadi mualaf dua tahun lalu. Aku melihat adikku sebagai suri tauladan dan gembala yang budiman. Namun dia bukan partner travelling terbaik. Huh!

Aku mengenal mas Bayu dan hanya 3 hari setelah memutuskan berpacaran, aku tidak lagi perawan. Sebuah keberuntungan besar yang kudapatkan saat itu pagi hari sebelum kami pertama kali bersenggama, yaitu aku diterima bekerja di sebuah perusahaan batubara, meskipun awalnya hanya sebagai helper. Namun dari sinilah awal jenjang karirku, meskipun hanya lulusan SMA, namun akhirnya  setelah 5 tahun bekerja, President Director perusahaan itu mempercayakan jabatan HRD manager kepadaku menggantikan manager sebelumnya yang dipensiunkan dini karena penyakit struk yang dideritanya.

Jabatan sebagai seorang manager di sebuah perusahaan berskala international tersebut tentunya memberikan perubahan yang cukup besar bagi kehidupan ekonomiku dan keluarga. Bahkan aku menggiring mas Bayu untuk ikut menjadi sekretaris pribadiku. Sayangnya bapak belum sempat menikmati jerih payahku bahkan sampai kemapananku sekarang. Kadang aku tidak terlalu memikirkan ibu kandungku. Aku masih dendam. Meskipun aku masih tinggal di sebuah rumah dinas dengan mobil kantor yang selalu nongkrong di depan rumah setiap kali aku pulang kerja, namun dengan penghasilan di atas 20 juta perbulan, cukup untuk mengambil kredit rumah  di kawasan  dekat elite dikelilingi beberapa kampus swasta. Rumah inilah yang menjadi kost trio Jomblo dengan 6 kamar , lima kamar yang dikostkan masing-masing berukuran 6x5 meter, fasilitas: AC, kulkas mini, BED ukuran 160X200, WATER heather,dapur kering plus kamar mandi dalam. Satu kamar utama berjendela banyak adalah kamarku sebagai rumah kedua saat cuti seperti saat ini. Teras kecil dengan sofa panjang silver semi bed di samping kanan kamar mandi kami adalah tempat favoritku dan mas Bayu untuk sekedar ngopi ataupun tempat foreplay 'terbaik'.

Sudah 2 minggu tak ada kabar dari mas Bayu semenjak tugas luar kotanya di Surabaya berakhir. Begitu pula dengan Maya, anak kost tertua yang hampir sepantaran denganku juga tidak pernah kelihatan batang hidungnya. Maya, sahabat curhat sekaligus koki terbaik dua tingkat di atas mama Sally. Setahuku mulai Rabu kemarin adalah jadwal mid semesternya Maya.

cerita selanjutnya : Renda di kapel  (Kita punya rahasia di hari senggama (2))

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline