Lihat ke Halaman Asli

Topi Koboy

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Kuda pertama yang ayah tunggangi sebenarnya adalah kuda poni, katanya memulai. Ketika ayah masih berumur tujuh tahun dan tinggal di kota besar Berkeley. Kakekmu sempat menawarkan anjing spesies AKITA sebagai ganti saat ayah meminta memelihara kuda di rumah. Memang tidak mungkin mengingat rumah kami di tengah kota. Namun ayah tetap menolak karena ingin menjadi koboy sejati.

Pagi itu, 2 jam perjalanan dari rumah, sampai akhirnya kami sampai ke pertanian Pak Autumn. Sepeninggal kakek, akhirnya pada tahun 1929 pertanian tersebut dijual untuk biaya sekolah lanjutan ayah dan keempat adiknya. Terlihat anak gadis pak Autumn yang usianya kira-kira dibawahku sedang mengenakan sepatu larsnya. Entah apa yang hendak dilakukannya kemudian. Kami sempat berkenalan sesaat, namun dia masih malu-malu. Belum sempat aku menaiki kuda poni coklat cofee kesukaan Pak Autumn, mendadak ayah terkena serangan jantung. Nyawa ayah tak tertolong dalam perjalanan ke klinik terdekat. Pesan beliau hampir tak jelas terdengar " Jaga ibumu ya Rody, ayah kurang bisa mengharapkan Roby kakakmu !". Tiga bulan sepeninggal ayah, ibu memboyongku ke San Diego untuk tinggal bersama nenek, tanpa kak Roby yang sudah dua bulan berada dalam pusat rehabilitasi pecandu narkoba. Ibuku, wanita blasteran Indonesia Maroko adalah anak tunggal yang sudah yatim piatu sejak usia remaja, saat kecelakaan pesawat merenggut nyawa orang tuanya. Saat ibu diboyong nenek ke San Diego itulah perkenalannya dengan ayah di rumah sakit. Saat pertempuran di Gretchen kala itu, saat nenek menjadi tim perawat para korban perang, ayah adalah pemimpinnya. Ayah jatuh cinta pada pandangan pertama saat ibu mengantarkan selimut tambahan dan agak sukar menemukan nenek di tengah keramaian pasien dan keluarga yang berkunjung. Melihat ayah yang berpakaian putih mirip baju laboratorium, ibu segera menghampiri. Lidah ayah kelu sesaat melihat paras cantik Jeanne Suwono, berambut coklat sebahu dan memiliki mata biru menawan. Ayah hanya mengangguk setelah ibu memberikan secarik kertas memo kepadanya, dan langsung berpamitan karena kondisi tidak kondusif. Ayah yang sangat penasaran dengannya sangat intens mengorek keterangan ibu pada nenek, bahkan nenek sering mendapat perlakuan 'istimewa' dari ayah. Misalnya dua porsi jatah nasi kotak ataupun uang 'lembur' yang dilebihkan sekitar $US2, yang mungkin lebih tepat dikatakan 'mengambil hati' atau hmmm Modus?? Ayah dan ibu menikah setahun setelah perkenalan mereka dalam usia yang terpaut jauh, namun mereka bahagia sampai detik ayah meninggal dunia. Selama di San Diego aku kuliah D3 sambil membantu menafkahi keluarga. Setelah lulus, aku mulai giat mencari lowongan kerja mulai dari koki di sebuah restoran Italy sampai akhirnya sepupuku yang bekerja di Indonesia menawarkan pekerjaan disana. Tiga tahun selama aku di Indonesia, akhirnya nenek meninggal. Hampir 17 hari di San Diegoa, kemudian aku kembali ke Indonesia membawa serta ibu dan istriku Laura.

Belum lama ini aku menghadiahi sebuah topi koboy kepada Indira sebagai kado ulang tahunnya yang keenam. Topi itu adalah hadiah pak Autumn saat menghadiri pemakaman ayah. Minggu siang ini, Indi terus-menerus menari dengan topi koboy yang memang sangat longgar di kepalanya. Aku memutuskan menyimpan topi itu agar tetap awet saat dia dewasa nanti untuk memakainya. Indi merengek sempat bersikeras tak mau memberikan barang kesayangannya itu sampai aku berjanji akan menceritakan kisah pertemuanku dan ibunya malam nanti sebelum tidur. Barang kesayangan Indi dan aku tentunya.

" Pap, ayo bercerita... kan sudah janji.." "Sabar nak, ini sudah sudah di depan rumah, tunggu papamu memarkirkan mobil dulu ya." bujuk Laura lembut. Sore itu di ruang tunggu gawat darurat, saat papa mengantarkan almarhum paman Roby yang sedang sakit parah (sengaja aku tidak menjelaskan kondisi Roby yang over dosis kokain pada Indi yang usianya masih sangat belia), ada seorang gadis seumuranmu berpaling kepada ibunya dan bertanya, "bu, seks itu apa?" Kejadian ini langsung mengalihkan perhatian semua orang yang sedang di ruang tunggu. Bahkan bagi papa, hal ini menakjubkan, sehingga papa tidak lagi melanjutkan memperhatikan acara kuis di TV. Yang papa pikirkan saat itu adalah betapa pandai gadis ini, sampai bisa menanyakan hal yang belum pernah papa tanyakan saat seusia Indi, sayang. Kami penasaran, bagaimana ibu itu akan menjawab atau hanya mengelak dari pertanyaan tadi. "Pa, lalu seks itu apa?" Indi sekarang penasaran. Nanti Indi tahu jawabannya di akhir ceritanya sayang. Laura, istriku berusaha keras menahan tawa dan lari ke pojok dapur untuk lebih membebaskan diri dari situasi kocak ini. Kami yang di ruangan terdiam hampir 10 menit namun si ibu hanya terdiam. Lalu kemudian sang ibu yang sekarang adalah nenekmu, bertanya kepada gadis yang bernama Laura itu.. "apa maksudmu sayang?". "Ibu, disini ada pertanyaan seks - L/P? aku ini L atau P bu?" tanya gadis itu sangat serius. Ibunya akhirnya tersenyum lebih lepas dari sebelumnya, dan akhirnya sebagian orang kembali pada aktivitas masing-masing di ruang itu. Papa yang mendekati nyonya Autumn untuk menanyakan alamat lengkap rumahnya, sambil memperkenalkan diri sebagai anak Gregorius Deinn. Nenekmu memeluk erat papa dan mengundang ke rumahnya keesokan harinya. Hampir setiap awal bulan papa sering mengunjungi rumah ibumu, sayang. Sampai akhirnya kami menikah dan menjadi orang tuamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline