Lihat ke Halaman Asli

fatamorgana

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

matahari meninggi, badan mulai gerah, panas dalam menghampiri, terasa matahari sejengkal dari kepala. kau larikan dirimu ke dalam gedung nan megah itu, dengan berlari kecil menghindari bola panas yang akan menyakiti tubuhmu.

manusia bertumpah rua dalam suatu ruangan yang luasnya dapat menampung orang-orang sekampung. dalam kesendirian, kau hadapkan dirimu dengan setumpuk buku-buku. bukan, kau bukan kutu buku. tapi kau suka membaca selembar dua lembar dari salah satu buku yang menyita perhatianmu.

langit menggelap. mendung menggantung di atas cakrawala. burung-burung mulai berlarian. kau keluar dari sangkar sang mata empat. lalu melesap pergi. membawa dirimu bergabung dalam keramaian kota. berhenti sejenak, kau merasa tersudutkan diantara berjibun gaya hidup. merunduk lalu jalan terus tidak mempedulikan

di keramaian kota, kau ada janji. 6 tahun silam dengan bintang yang tak pernah kau harapkan hadir dalam beberapa malammu. dengan bintang yang tidak akan ingkar janji katamu. dengan bintang yang selalu menjaga bentuk hatinya untuk tetap seperti semula, tidak berpindah.

di antara keramaian, di antara orang-orang yang menikmati senja, memandang indah langit yang menjingga, tidak separaspun yang kau kenal . tapi kau terus mencari, memaksa imajimu menggambarkan sosoknya berdiri menunggumu dengan sebongkah harapan. tapi kau kehilangan kreatifitas, tidak ada imajinasi.

langit mulai menjingga, sedikit-sedikit matahari mulai mengubur dirinya di ujung barat. buliran-buliran bening mulai mengapung di ujung pelupuk. kekecewaan meluap. harapan berkamuflase menjadi cerita cinta fatamorgana.

kau melesap pergi dari keramaian kota. tapi dalam hati masih tertoreh sejuta harapan walau fatamorgana. kau pulang, kembali dalam lapakmu dan berjanji besok kembali akan menjemput bintang yang tidak pernah kau jemput sebelumnya.

terima kasih untuk si empunya cerita
aku ingin seperti kau, tapi tidak seperti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline