Aku kembali mendapat tanya yang kerap aku hindari sebisa mungkin."Mengapa aku, tidak bisa untuk tidak mencintaimu?", tanyamu membuka cakap. Sebagaimana lazimnya, aku menjawab, "Karena engkau layak dicintai oleh orang yang jauh lebih baik sepertimu." Memang benar adanya begitu, aku tidak pantas untuknya, ada sosok lain yang hatinya aku jaga.Tanpa menunggu lama, engkau sigap berkata, "Bagiku yang terbaik adalah mencintaimu sekarang". Pengakuan hati terbaik dalam kehidupan asmara jika sedang saling jatuh cinta, namun tidak bagiku sekarang.
"Nanti ada orang yang mencintaimu dan dicintaimu, jauh lebih baik dariku sekarang. Dia hanya menunggu waktu yang tepat. Aku pastikan betapa bahagianya dia nanti dicintai olehmu yang tulus", yakinku panjang lebar.
Harapku kata itu cukup mudah dimengerti. Sejujurnya aku tidak ingin membahas tentang ini, aku ingin hilang dan menghindar sebelum dia berkata,
"Jika dirimu ada di posisiku, pasti engkau akan tahu betapa susahnya aku, susah menguasai rasa ini yang semakin hari semakin menyiksa.
Sebelumya aku berharap, semoga rasa ini bisa dicampakkan oleh ruang dan waktu, terkikis oleh jarak yang memisahkan, hilang bersama jejak angin. Namun ternyata semesta tak bersahabat dia masih tidak berdaya oleh rasa".
Kata-kata ini munusuk kalbu. Meninggalkan tapak rasa bersalah. "Aku dan rasa ini mensyukurimu", balasku sekadar menenangkan hati, aku kehabisan kata terbaik agar tidak menoreh luka dalam di hatinya. Aku biarkan semua isi hatinya tercurah, yaitu"Ada yeng lebih menusuk kalbu, itu adalah fakta dibalik kata yang terucap. Di balik sebuah kata tersimpan rahasia yang amat besar yang bahkan tak mampuh di lukiskn oleh kata-kata.
Bagiku, kata-kata adalah mengungkap 1/3 dari fakta. Selebihnya perkara hati yang tak pernah orang lain tahu bahkan orang yang dimaksud pun tidak mengerti arti dari segalanya itulah beban. Yang pasti, yang aku pikul disetiap helai kata terucap menyerap makna yang sulit terucap".
Aku diam, ingin rasanya berkata "terima kasih sudah mewakili isi hati ini". Rasaku engku tahu diamku, engkau pasti melihat mataku berkaca-kaca, lalu pergi membiarkanku lanjut menulis.
Menulis membuatmu semakin mengenal aku, tapi sebenaranya itu adalah perwakilan kata tidak terucap. Lebih tepatnya pengakuan hati yang membuat aku menjerit ingin menangis.
***
Memes Papua, 14 April 2020 (DoubleO)