Lihat ke Halaman Asli

Sonya Alkorisna

Sator Arepo Tenent Opera Rotas

Membuka Lembaran Baru

Diperbarui: 6 Maret 2020   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sherly Sherena


Aku telah menderita depresi, kesedihan, kekecewaan, kepedihan, penyesalan, penderitaan dan keterpurukan selama berbulan-bulan. Aku telah melakukan sesuatu yang tak pantas untuk dilakukan. Melawan kebaikan Tuhan dengan mengecewakanNya. Aku telah ditangkap karena hal buruk yang dilakukan selama hidup dan harus menerima resiko apapun bentuknya.

Aku meninggalkan orang tua, keluarga, dan para sahabatku. Aku digiring ke tempat yang lebih sunyi tempat baru yang ku tinggal. Aku merasa asing sebab semuanya serba baru. Aku berkumpul bersama teman-temanku yang baru. Hari-hariku jalani dengan penuh lesu dan takut karena aku masih merasa tidak nyaman atas perbuatanku.    Aku benci dengan semuanya, terutama diri sendiri.

Aku bangun pada suatu pagi masih di tempat baruku waktu hari Sabtu dan mempersiapkan diri mengikuti misa pagi di Gereja. Dan pagi itu aku mulai janji dengan diri sendiri untuk mencoba jadikan masalah sebagai pengalaman untuk membuka lembaran baru yang bisa membangkitkan ku dari keterpurukan.

Aku membunyai ibu pembimbing yang usianya sedikit di atas saya sehingga sering saya menyebutnya Kaka di tepat baruku itu menghiburku dengan berbagai cara. Memberiku pakaian dan kosmetik agar agu bisa merias diri. Ketika itu, aku menatap ke dalam kaca cermin dan melihat sosok aku yang dahulu dipuja dan puji oleh banyak orang sambil menjerit. Aku menggunakan rok dan baju putih berkerak hijau sebagai tanda khusus, lalu bangkit menuju ke Gereja.

Setiba di tempat tujuan, aku dan beberapa orang termasuk ibu pembimbing langsung masuk ke dalam gereja. Aku melihat ke depan altar dan berlutut menyembah Tuhan memohon ampun darinya. Hatiku menjerit-jerit ingin menangis sekeras mungkin, namun aku menyadari bahwa ini bukan tempat untuk menangisi semuanya. "Kau mampu menahannya ", kataku pada diri sendiri.

Beberapa menit kemudian saatnya setiap pribadi maju ke depan untuk menerima Ekaristi. Aku ternyata belum bisa menerimaNya sebelum mengaku dosa. Aku bangkit berdiri hanya menerima berkat. Setiap pagi aku melakukan hal yang sama. Hari-hariku jalani dengan penuh kepura-puraan. Aku pura-pura bahagia, tertawa dan pura-pura bersemangat.

Waktu demi waktu berlalu. Tak terasa satu bulan lebih lamanya aku tinggal di tempat baruku bersama teman-teman baruku.pada suatu hari   tepat hari Selasa bulan Desember 2019 kami mengadakan pengakuan dosa dengan seorang pastor dari gereja katedral.   Entah bagaimana hatiku merasa ragu untuk mengaku segala dosa serta kesalahan berat pada masa itu. Padahal sebelumnya, aku sangat bersemangat dan penuh antusias untuk mencurahkan segala rasa yang aku alami setiap hari kepada Tuhan.

Tiba-tiba giliranku telah tiba. Ketika aku sedang duduk melongo di lorong kamar, tiba-tiba ada suara mengatakan, "kak, ayo masuk. Jangan menangis. Kaka harus kuat", ternyata itu suara dari adiku yang duduk bersama di bangku. " Ya Tuhan, apakah aku siap menghadapi dikau ?", tanyaku dalam hati. Kemudian aku mengaku dosa.

Sesampainya di ruang pengakuan dosa, aku menceritakan semuanya kepada pastor yang melayani kami. Aku mencurahkan semua yang  ada dalam sanubari sambil  menangis meratapi segala yang telah terjadi. Ketika beberapa menit kemudian, aku sudah mulai tenang dan ruangan sudah mulai sunyi kembali. Dalam nama Tuhan, pastor memberi pengampunan kepadaku. Dan tak lupa, beliau memberi motivasi kepadaku, membangkitkan aku dari keterpurukanku dan aku pun menyadari ada sebuah harapan. Aku berhasil mencurahkan semua isi hatiku. Setelah keluar dari ruang doa, aku menangis haru. Sebab kerinduanku telah terjawab. Aku bisa menerima Ekaristi, Tubuh dan Darah Kristus untuk masuk ke dalam jiwaku. Aku merasa senang.

Hari itu mengubah segalanya bagiku. Aku tertawa lagi. Aku bahagia dan bangkit lagi. Aku menjadi sehat dan sadar bahwa hidup bukan hanya untuk hari ini saja. Bahwa banyak orang yang sebenarnya hidup di masa lalu. Bahwa setiap orang pernah merasakan apa yang aku rasakan. Bahwa aku tak akan pernah bisa mendapatkan kebahagiaan apabila selalu terperangkap dari masa lalu. Tak ada gunanya bagiku untuk selalu berlarut pada masa lalu. Tak ada gunanya menyalahkan diri sendiri. Terkadang depresi, kesedihan, kekecewaan, kepedihan, penyesalan, penderitaan dan keterpurukan ini masih melintas dalam bayangan dan masih menari dalam ingatan.

Jika engkau kebetulan sama seperti ku percaya pada Kasih Karunia Tuhan, meski terkadang semuanya membuat kita merasa putus asa dan merasa lemah. Namun semuanya bukan berarti bahwa kita tak bisa keluar dari zona itu untuk kembali  menata hidup baru dan bangkit menatap ke depan. Beranilah melepaskan semua kisah itu. Bukan karena hal itu tidak penting tetapi dengan alasan bahwa hidup dan masa depan kita jauh lebih oenting. Yakinlah bahwa kita bias mendapatkan sesuatu yang lebih baik sebab kebaikan itu sedang menunggu kita.
***
Gembala Baik, 5 Maret 2020.
Penulis : Sherly Sherena

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline