Lihat ke Halaman Asli

Suryatinna

Mahasiswi

Dekat dengan Pajak bagi Pelaku UMKM

Diperbarui: 9 Maret 2024   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://twitter.com/DitjenPajakRI    

Tangerang Selatan - Adapun sektor penyumbang pendapatan negara terbesar berasal dari penerimaan pajak.

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.Jika penerimaan pajak mengalami peningkatan, hal itu tentu saja akan berdampak pada efektivitas pembangunan yang berjalan lancar.

Di antara banyak pajak yang dikenakan oleh pemerintah, salah satu yang dikenal adalah Pajak Penghasilan atau PPh. Pemungutan PPh dilaksanakan pemerintah pusat khususnya Kementerian Keuangan.

Dikutip dari Klikpajak.id, PPh memiliki Prinsip keadilan dalam penerapan pajak artinya pemungutan pajak yang dilakukan negara harus sesuai kemampuan wajib pajak dan tingkat penghasilan yang diperolehnya. Artinya, semakin tinggi pendapatan yang diperoleh maka makin tinggi pula beban pajak yang dikenakan pada wajib pajak yang bersangkutan.

Sumber utama pajak berasal dari aktivitas ekonomi. Sebagai tulang punggung perekonomian, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi satu tumpuan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Dikutip dari Ortax.org, Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 (PP 55/2022), Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang mengatur pengaturan mengenai PPh Final bagi WP yang memiliki peredaran bruto tertentu atau dikenal juga sebagai pajak bagi UMKM, resmi dicabut.

Dalam PP 55/2022, terdapat beberapa perubahan ketentuan yang perlu diperhatikan bagi para UMKM.

Sesuai ketentuan UU HPP, pada PP 55/2022 juga ditambahkan klausul terkait pengecualian omzet bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memanfaatkan tarif 0,5%. Atas bagian peredaran bruto dari usaha sampai dengan Rp500 juta dalam satu Tahun Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan. Jumlah peredaran bruto tersebut dihitung secara kumulatif sejak Masa Pajak pertama dalam suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak.

Berdasarkan PP 55/2022, masa berlaku tarif 0,5% ini adalah maksimal 7 tahun untuk WP UMKM Orang Pribadi, maksimal 3 tahun untuk WP Badan Usaha berbentuk PT, dan maksimal 4 tahun untuk WP Badan Usaha berbentuk CV, Firma, koperasi, BUMDes/Bersama.

Hitungan omzet yang menjadi acuan dikenakan tarif PPh final 0,5% adalah omzet per bulan. Bila selanjutnya omzet Wajib Pajak (WP) melebihi Rp4,8 miliar, tarif yang sama 0,5% tetap dikenakan sampai dengan akhir tahun pajak WP tersebut selesai.

Jadi, sekarang saatnya untuk menghitung omzet bisnis. Apakah termasuk dalam klasifikasi yang harus membayar pajak atau masih dibebaskan dari pajak. Semakin tinggi kontribusi pelaku UMKM terhadap pendapatan negara,maka akan semakin banyak sarana dan prasarana yang disediakan oleh negara bagi pemilik usaha untuk berkembang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline