Lihat ke Halaman Asli

Suryan Nuloh Al Raniri

Pengawas Sekolah

Merawat Mata Air Keramat

Diperbarui: 21 September 2024   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berakhir pekan bersama keluarga sangat ditunggu anak-anak. Apalagi pergi ke sebuah tempat yang belum pernah dikunjungi. Kali ini, kami sekeluarga pergi ke perbukitan di Sumedang, tepatnya di kecamatan Ganeas. Kami sekeluarga mengendarai sepeda motor. Sejak kecil, kami dikenalkan dengan kegiatan alam. Tidak jarang, anak yang paling kecil selalu menanyakan kapan ke sawah, kapan ke kebun dan kapan ke gunung.

Dalam jiwanya ingin jalan kaki menyusuri pematang sawah. Kebetulan, Trek jalan kaki ini menyusuri lembah berbukit. Jadi cocok bagi dirinya bertulang. Kami selalu merasa terhubung dengan alam. Sejak kecil, kakek sering mengajakku ke hutan yang berada jauh dari rumah untuk mengunjungi salah satu mata air keramat. Katanya, mata air itu adalah sumber kehidupan bagi desa kami. Airnya yang jernih dan segar selalu menjadi penawar dahaga dan penyubur tanaman.

Namun, beberapa tahun terakhir, mata air itu mulai mengering. Sumber air yang dulunya deras kini hanya tinggal genangan kecil. Pohon-pohon di sekitar mata air juga terlihat layu. Warga mulai khawatir akan kekeringan dan kelaparan.

Kami memutuskan untuk beraksi dengan cara membersihkan sampah-sampah di sekitar mata air, menanam kembali pohon-pohon yang telah ditebang, dan membuat pagar bambu untuk melindungi mata air dari kerusakan.

Jalan kaki menyusuri kebun (dokpri)

Perlahan tapi pasti, mata air keramat mulai menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Airnya mulai bertambah banyak dan menjadi jernih kembali. Pohon-pohon yang ditanam juga tumbuh subur. 

Kami sadar bahwa merawat mata air keramat adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan menjaga kelestarian alam, kita telah memastikan bahwa generasi mendatang juga dapat menikmati manfaat dari mata air 

ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline