Lihat ke Halaman Asli

Gerakan Transformasi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Sebelum dan Setelah Kemerdekaan

Diperbarui: 14 Januari 2025   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pendidikan di Indonesia berdiri pada zaman kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1854. Pada tahun yang sama beberapa bupati mendirikan sekolah Bumi Putera dalam bahasa Belanda dinamakan Hollandsch Inlandsche School (HIS) yang diperuntukkan bagi anak-anak kalangan atas sebagai calon pegawai yang akan bekerja untuk memenuhi kepentingan kolonial saja. Pada dasarnya pendidikan zaman kolonial bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bangsa Belanda. Sekolah Bumi Putera sangat terbatas hanya terdiri atas tiga kelas dan rakyat hanya diberi pengajaran membaca, menulis dan berhitung seperlunya. Pemerintah penjajah akan merasa berbahaya dan terancam dengan stabilitas pemerintahannya bila ada upaya untuk mencerdaskan anak bumi putera.

Pendidikan zaman kolonial tidak memberikan banyak dampak postif bagi rakyat dan pendidikan yang diterapkan secara tidak langsung mengurangi jiwa patriotisme, semangat gotong royong, berdikari, dan semangat kebangsaan lainnya (Ary Gunawan, 2006 dalam Siregar, 2016). Hal tersebut menyebabkan Ki Hajar Dewantara beranggapan bahwa pendidikan kolonial tidak dapat menjadikan manusia bebas dan merdeka, hingga pada akhirnya kita selalu bergantung pada penjajah. Hal ini perlu dilawan, tidak hanya perlawanan politik saja tetapi juga perlawanan terhadap pendidikan dan pengajaran ke arah yang lebih baik. Sehingga hal tersebut mampu menyebarluaskan pemahaman hidup merdeka di kalangan rakyat.

Pada tahun 1920 lahir cita-cita baru untuk peralihan radikal dalam pendidikan dan pengajaran. Kemudian pada tanggal 3 Juli tahun 1922 lahirlah Taman Siswa yang didirikan oleh Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia berupaya membangun pendidikan yang menampilkan kekhasan budaya Indonesia. Dengan demikian lahirnya Taman Siswa sebagai pintu emas kemerdekaan dan kebebasan budaya bangsa, menunjukkan sifat nasionalisme kultural yang selaras dengan kebutuhan rakyat dan dapat menghindarkan dari kebodohan. Adapun mata pelajaran yang diberikan yaitu berdasarkan peradaban bangsa dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Pendidikan di Indonesia setelah kemerdekaan mengarah pada transformasi atau perubahan proses pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan landasan pendidikan. Hasil dari gerakan Ki Hajar Dewantara menjadikan arah pendidikan Indonesia menuju proses pembelajaran yang menghilangkan pemahaman mengenai ajaran kolonial, sehingga siswa Indonesia berpusat pada ciri khas budaya dan bangsa sendiri yang dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. 

Pendidikan Indonesia pada abad ke-21 merupakan pendidikan yang berdasar pada globalisasi. Pendidikan tidak lagi berfokus pada kebudayaan, akan tetapi lebih fokus pada komunikasi, berpikir kreatif dan kritis, inovatif, kolaborasi, dan pemecahan masalah. Pada abad ini pengajar dituntut untuk beradaptasi dan menguasai teknologi yang dapat meningkatkan dan mengembangkan proses pembelajaran yang lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Menurut Ki Hajar Dewantara guru sebagai tokoh sentral yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara asih, asah, dan asuh. Bahkan semboyan Ki Hajar Dewantara terkenal dari dulu hingga sekarang ialah "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Pergerakan Ki Hajar Dewantara mengantarkan perubahan pendidikan yang bertujuan memerdekaan manusia sesuai dengan karakter bangsa.

Referensi:

Siregar, E. (2016). "Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda Terhadap Pendidikan Kaum Bangsawan di Indonesia (1900-1920)". Jurnal Education and Development, 3(1). 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline