Kita punya janji kemarin ||Bisakah kutagih hari ini ?| Hanya sekedar mengingatkan supaya tak lupa| Akan janji akan aku
- lelakiku
Dari diksi sederhana, bait-bait puisi mengalir. Cinta memang mesin bertenaga super. Memberi daya teramat besar untuk meluapkan rasa. Dalam ruang katarsis yang dipilih penulis, puisi. Sang pecinta mendadak menjadi pujangga. Lewat langgam kontemporer, yang membebaskan diri dari aturan ketat persajakan. Chitra dengan sengaja mengabaikan rima. Ia hanya peduli menumpahkan pikir dan rasa dalam baris teks.
Sewajarnya tulisan bertema cinta, sarat warna-warni emosi. Ekspresi cinta, rindu, kehilangan, kekecewaan, marah, kepasrahan, genap terwakili dalam himpunan puluhan puisi. Menariknya, dikumpulkan dalam kurun waktu penulisan yang sangat panjang, mencapai satu dekade. Sungguh satu dekade bergumul cinta.
Membaca puisi milik orang lain bisa jadi tidak menarik minat bagi banyak penikmat karya sastra. Mungkin karena banyak diantaranya dianggap terlalu personal. Apalagi yang bertema cinta. Dimana referensinya terbatas pengalaman subyektif penulis. Negeri Ungu mewakili jenis puisi yang sangat personal itu. Tidak bisa disangkal.
Untunglah, Negeri ungu memiliki nilai lebih diluar personalitasnya. Tidak perlu mengerutkan kening menyelami isinya. Tidak ada perumpaan yang sulit dipahami. Membacanya, membawa terbang. Menemani pembacanya melayang di alam penuh romantisme cinta perempuan terhadap laki-laki. Meskipun berkeluh dalam beberapa potong puisi, tetap menyimpan aroma wangi yang menyenangkan tentang cinta yang menggelegak.
Terimakasih, ada yang tersisa untukku ||Ada yang menggores disini.perih|| Sepertinya bukan hatiku|| Hanya egoku
- misalnya kita bisa bertemu lagi
Buat pemimpi ulung dan pembaca melankolik semacam saya, Negeri Ungu selayaknya negeri fantasi. Perasaan cinta yang dirundung sedih pun bisa terasa begitu manis. Padahal mungkin memuat air mata didalamnya.
Dalam kesederhanaan metafora dan personifikasinya, larik-lariknya seperti menarik kembali pada kala cinta jatuh. Begitu mendebarkan. Tidak banyak orang bukan yang bisa cukup jujur pada dirinya sendiri. Sebab membuka Negeri Ungu seumpama penulis menyilahkan penikmatnya menelanjangi sebagian sisi pengalamannya yang sangat personal.