Lihat ke Halaman Asli

Suryan Nuloh Al Raniri

Pendidik, Penulis dan Pembicara

Cara Menggerakkan Komunitas Praktisi untuk Belajar, Berbagi dan Berdampak di Sekolah

Diperbarui: 30 Maret 2023   23:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komunitas Guru Surian Sedang Mengadakan Kegiatan SAMI SAMI (sumber: dokpri)

Perubahan yang begitu cepat merupakan suatu keniscayaan bagi dunia modern di era revolusi 4.0, hal ini membuat segala sektor kehidupan harus menyesuaikan agar tidak terlalu ketinggalan. 

Perubahan begitu cepat ditandai dengan berubahnya pekerjaan yang akan menjadi prioritas di abad 21 ini diantaranya: spesialis kecerdasan buatan, data saintis, mesin robot, spesialis keamanan data siber, serta pengembang bahasa pemograman koding. 

Dengan perubahan yang sangat cepat tersebut sekolah pun sebagai suatu organisasi harus dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi terkini. Sekolah yang dapat bertahan dalam kondisi seperti ini adalah yang mampu menggabungkan antara efisiensi dan inovasi.

Dalam teori manajemen dan desain organisasi menyatakan bahwa apabila suatu organisasi ingin memfokuskan dan meningkatkan efisiensi maka organisasi dapat memilih desain organisasi mekanistik, dan apabila organisasi ingin meningkatkan inovasi dan fleksibilitas maka organisasi tersebut bisa memilih desain organisasi organik. Akan tetapi keadaan lingkungan organisasi yang berubah lebih cepat sehingga tidak bisa diprediksikan dan menjadi lebih global, sehingga dunia saat ini sedang menghadapi tantangan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity). 

Dalam konteks ini, sekolah sebagai suatu organisasi dibidang pendidikan dihadapkan pada pilihan desain organisasi, yaitu apabila memilih satu diantaranya maka pasti akan mengorbankan salah satu yang lainnya.  Sehingga dikhawatirkan apabila memilih desain organisasi untuk lebih memfokuskan pada desain mekanistik maka keunggulan desain organik akan terabaikan, begitupun sebaliknya. 

Apakah sekolah lebih memfokuskan pada exploitasi sumber daya yang ada atau memfokuskan pada explorasi peluang-peluang baru untuk menghasilkan inovasi?. Konsep merdeka belajar merupakan salah satu inovasi. Diantaranya menghapus Ujian Nasional dan menggantinya dengan Asesmen Nasional yang tidak menentukan kelulusan, selain itu menyederhanakan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdiri dari tujuan, langkah pembelajaran dan asesmen.

Akan tetapi ketika pandemik Covid-19 terjadi, mau tidak mau sekolah harus mencari cara untuk dapat menggabungkan keduanya, dengan kata lain sekolah menjadi organisasi ambidextrous (Adler dan Heckscher, 2013). 

Ambidexterity adalah kemampuan sekaligus untuk mengeksploitasi kemampuan yang ada dan untuk mengeksplorasi peluang baru (Adler dan Heckscher, 2013). Sehingga sekolah yang ambidextrous akan unggul dalam memanfaatkan sumber daya yang telah ada sebelumnya dan dapat mengeksplorasi peluang baru untuk mendorong inovasi agar dapat menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat.

Salah satu kompetensi yang diperlukan pada abad 21 yaitu kolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka mewujudkan kurikulum merdeka dan merdeka belajar yang menjadi program unggulan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, riset dan teknologi di bawah pimpinan Mas Menteri Nadiem Makarim. Untuk menjadi sekolah yang ambidextrous, sekolah kami memiliki semangat memberdayakan komunitas yang ada di sekolah, bersama rekan sejawat menyepakati membuat pertemuan satu minggu sekali untuk membahas mengenai praktik belajar, pengetahuan baru dan sebagainya. 

Komunitas ini kami beri nama SAMI-SAMI yang merupakan akronim dari Satu Minggu Satu Diseminasi. Sebelum melaksanakan pertemuan pertama, semua guru berkumpul untuk menyepakati tentang pembahasan yang akan didiseminasikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline