Lihat ke Halaman Asli

Anton Surya

Pengelana

Social Engineering, Bahaya yang Mengintip Kita

Diperbarui: 9 Maret 2020   17:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Reuter

Diakui atau tidak kita sudah hidup di era digital. Digitalisasi memang banyak memudahkan kita dalam berinteraksi dengan sesama. Baik itu bertransaksi ekonomi mamupun berinteraksi dengan teman atau sanak famili.

Sebagai orang timur kita memiliki rasa guyub yang tinggi dibanding orang dari dunia barat. Intraksi kita dengan sesama sangat tinggi. Interaksi itu dimudahkan dengan adanya media, baik itu telepon seluler maupun komputer. 

Teknologi seluler semakin maju membuat harga dan faslitas perangkat digital dimiliki semakin lengkap.  Hampir setiap kita yang memiliki telepon seluler bergabung dalam media sosial. Media sosial sering digunakan untuk interaksi dengan sesama. Tetapi kita seringkali tidak menyadari adanya bahaya dalam bermedia sosial. 

 Social Engineering atau Rekayasa sosial adalah teknik meminta informasi dari seseorang untuk tujuan kejahatan. Dibanding hacker atau cracker yang mengandalkan keahlian teknis dalam mendapatkan informasi yang tinggi, Social Engineering menggunakan interaksi sosialnya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. 

Teknik Social Engineering bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa perlu keahlian teknis yang tinggi.

Beberapa tahun yang seorang remaja autis Kane Gamble mampu membobol rahasia negara Amerika dengan teknik ini. Dia menelpon pejabat tersebut dengan mengaku sebagai temannya untuk memberikan sandi ke komputer milik CIA. Gamble memanfaatkan kelemahan psikologis manusia untuk mendapatkan informasi. 

Teknis bisa dilakukan siapapun dan bisa mengenai siapapun yang sering berinteraksi melalui media sosial. Seseorang bisa mengaku sebagai siapa saja untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melakukan kejahatan. Mengaku sebagai siapa saja bisa terjadi karena kita tidak berinteraksi secara tatap muka. 

Tekni yang paling sering terjadi adalah carding, yaitu mendapatkan semua informasi pemilik kartu kredit kemudian digunakan lagi untuk bertransaksi  lain demi menguras saldo kartu kredit tersebut. 

Baru-baru selebritis Indonesia Tyas Mirasih dan Gisel serta Toddy dimintai keterangan karena mengendorse sebuah travel wisata. Pihak yang di endorse kemudian mampu menarik orang untuk bertransaksi secara online dengan menggunkan kartu kredit. Kartu kredit tersebut kemudian digunakan untuk banyak bertransaksi lain yang tidak seharusnya karena pihak travel memiliki semua data pelanggan yang digunakan untuk bertransaksi.  

Tetapi pemberian informasi berupa nomor seluler, NIK (nomor Induk Kependudukan), tempat tanggal lahir, nama orang tua, email dan password bisa juga digunakan untuk kejahatan. Seseorang seringkali mengajak untuk memasukan email dan password pada suatu situs yang tidak kita kenal. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline