Lihat ke Halaman Asli

Suryadin Laoddang

Konsultan Digital Marketing - Pemerhati Budaya Bugis

Bapak, Pulanglah

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bapak…

Pulanglah

Kampung kita kebanjiran

Bahkan rumah kita juga terancam

Di ujung jalan sana, bunyi klakson bersahutan

Karena macet dimana-mana

Bapak…

Pulanglah

Duka dan tangis saudara mudaku

Di Wasior belum juga kering

Adik-adikku disana masih mengais

Mengorek sisa banjir

Mencari celengan bambunya

Bapak…

Pulanglah

Duka dan tangis saudara tuaku

Di lereng Merapi baru saja meledak

Rumah dan ladang mereka beruba jadi lautan abu

Kulit mereka gosong segosong ternaknya yang mati

Bapak…

Pulanglah

Tidak kau tahun saudara kembarku

Di Mentawai sana sedang gunda gulana

Mencari sanak yang tergulung Tsunami

Menghitung remah-remah untuk bertahan hidup

Karena orang lebih sibuk beradu mulut di Ibukota

Tak bisa membedakan Banjir dan Tsunami

Bapak…

Pulanglah

Usah kau tebar pesona di sana

Para Veteran Viet Cong takkan terkesima

Bapak…

Pulanglah

Tak usah kau habis Upeti kami

Hanya untuk memimpin Obrolan Cakruk

Lewat satelit

Bapak…

Pulanglah

Tidak kau sadar

Kehadiranmu kami butuhkan

Kenapa tak kau tiru

Sebastian Pinera

Obama

Atau Evo Morales

Bapak…

Pulanglah

Kami tak butuh suara terharumu

Kami tak butuh tetes air matamu

Yang kami butuh kehadiranmu

Bapak…

Pulanglah

Kami sudah tak marah lagi padamu

Kami sudah memaafkanmu

Hanya tersisa rasa Muak padamu

Yang siap kamu tumpahkan

Jika Bapak terus tebar pesona




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline