Merawat budaya warisan leluhur. Dalam pusaran kekinian sangat perlu di pelihara agar tak tergerus oleh perkembangan zaman.
Karena, modernitas datang ditandai dengan sikap instan dan serba meninggalkan budaya yang dianggap tak sesuai dengan akal. Tapi, ada beberapa pagelaran kebudayaan di Kecamatan Pulau-pulau Kur, Kota Tual. Provinsi Maluku. Masih ada yang mewarisi budaya leluhur meski terus didesak oleh arus globalisasi.
Di Kecamatan Pulau Kur yang dikenal dengan julukuan Finua "MAKARA". Ini ternyata masih taat pada petuah leluhur dalam bahasa keseharian masyarakat pulau-pulau Kur dikenal (Nit Mata Yat). Sekian petuah yang masih langgeng dilaksanakan oleh masyarakat disana.
Sebagai putera daerah dari kampung para "Raja Makara". Patut berbangga. Dari sekian banyak budaya di Kecamatan Pulau Kur, Kota Tual Provinsi Maluku. Dikenal dengan perahu Mini atau bahasa Kur dengan sebutan "Hoer Findamar Lailatul Qadar" terus dikembangkan Pemerintah Kecamatan setempat bersama masyarakat adat.
Posisi Pemerintah Kecamatan dan masyarakat adat sebagai lembaga di wilayah itu, dianggap sangat penting untuk melestarikan dan merawat kearifan budaya lokal.
Tanpa kesadaran kita untuk menjaga dan merawat seni tradisi pencak "Perahu mini" ini, kita akan kehilangan sebuah karakter. Inilah sebuah karakter warisan berharga yang harus kita rawat dan jaga bersama-sama.
Dalam pelaksanaan pagelaran festival perahu mini dilakukan setiap tahun musim bulan suci Ramadhan. Suka cita bulan suci Ramadan, ditunjukan warga Kecamatan Pulau Kur, Kota Tual, dengan melakukan tradisi "pemberangkatan perahu mini tanpa awak" di di pesisir bibir pantai menuju Laut.
Nama lain dari perahu mini adalah Hoer Findamar Lailatur Qodar. Secara historis, menurut tokoh adat setempat, kampung yang berada di Kecamatan Pulau Kur, wilayah Rachap Kilmas atau Kur Selatan. Perahu mini "Hoer Findamar" dilakukan tepat pada puasa ke 26 sore jelang malam ke 27 saat musim Ramadhan.
Prosesi yang dilakukan dengan cara pembuatan perahu mini dari kayu dilengkapi layar putih dan kemudi kecil. Namun, menariknya. Perahu mini ini diawali pembacaan doa dan azan, kemudian diberangjatkan tanpa awak. Muatan didalam perahu ini, makanan ciri khas daerah di Kur yakni gorengan yang terbuat dari sagu, juga ketupat, gorengan ubi, pisang dan lainya.
Konon katanya, sesuai perspektif mereka, perahu mini diberangkatkan ke laut di waktu petang Ba'dah Ashar jelang sholat Magrib. Di dalam muatan perahu juga terdapat selembar kertas dengan tulisan nama-nama keluarga para almarmum/almarhumah yang telah meninggal.
Meski banyak versi yang berbedah. Namun, mereka ada berpandangan, perahu mini berangkat ke laut dengan membawa pesan amanah kepada para sanak keluarga yang telah meninggal.