Lihat ke Halaman Asli

Sumpah Pemuda “Sebagai Makna yang Utuh ataukah Mitos”

Diperbarui: 17 Juni 2015   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah itu begitu gemulai sehingga sangat gampang untuk diperkosa (Nietzsche)

Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia, Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia, Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia (Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928)

Selamat hari Sumpah Pemuda…!!!, Itulah teriakan dan seruan yang menggema di seantero Indonesia ditanggal 28 Oktober tiap tahunnya. Baik mereka dari ormas, organda dan organisasi kemahasiswaan serta secara personal dari masyarakat Indonesia. Berbagai cara dilakukan termasuk lewat aksi demonstran ataupun lewat krtik-kritik sosial di media sosial atau bahkan dengan acara-acara seremonal.

Dalam sejarahnya, Sumpah Pemuda merupakan satu tonggak uatama dari berbagai spirit sejarah pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ikrar tersebut dianggap sebagai penegasan semangat cita-cita berdirinya negara Indonesia.

Sumpah Pemuda adalah keputusan dalam Kongres Pemuda Kedua di Jakarta selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. Hasil keputusan ini menegaskan bahwa cita-cita akan ada "tanah air Indonesia", "bangsa Indonesia", dan "bahasa Indonesia" sebagai sebuah kesatuan yang utuh. Keputusan ini juga diharapkan menjadi asas bagi setiap "perkumpulan kebangsaan Indonesia" dan agar "disiarkan diberbagai media cetak dan dibacakan di hadapan rapat rakyat dan Jong (perkumpulan).

Peringatannya secara Nasional pertama kali diperingati pada tahun 1957. Masa dimana Soekarno sedang aktif mengkonsolidasikan kekuatannya bersama dengan TNI-AD yang saat itu dipimpin oleh Nasution. Sumpah Pemuda merupakan warisan simbolistik politik masa peralihan dari demokrasi parlementer ke demokrasi terpimpin.

Delapan puluh tiga tahun lalu, para pemuda meneriakkan sumpah setia satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan. Sumpah yang digaungkan para pemuda kala itu kemudian terkenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Membincang sejarah Sumpah Pemuda, tentu saja perlu. Saat itu Ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan di Kongres Pemuda yang digagas oleh Persatuan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) pada tanggal 28 Oktober 1928 memiliki sebuah perjalanan panjang, sebab rapat untuk mendapatkan rumusan ikrar tersebut dilakukan sebanyak tiga kali dan di tiga gedung yang berbeda pula.

Sprit ataukah Mitos ?

Akan tetapi ada sebuah keganjalan yang mesti dikuak dalam Sumpah Pemuda, apakah dia sebagai sebuah makna yang utuh untuk spriti atau simbol mitos, yang pada akhirnya berujung pada konstalasi politik orde lama sampai pada orde baru. Entahkah dia sebagai sebuah alat kesatuan pemuda Indonesia ataukah kekuasaan yang menyimbolkan golongan dan kalangan tertentu.

Bisa jadi ada kepalsuan di dalamnya, kepalsuan tersebut terutama mengenai isi dari Sumpah Pemuda. Jadi teks yang sekarang itu merupakan produk masa depan, terutama kata-kata 'satu' yang ada di tiap point Sumpah Pemuda itu. Kata-kata 'satu' dibuat pada era Soekarno tersebut disebabkan karena Soekarno khawatir adanya kegiatan memecah belah bangsa (JJ Rizal).

Friedrich Nietzsche sendiri dalam tafsiran teorinya mengatakan bahwa sejarah itu adalah sesuatu yang begitu gemulai, sehingga sangat gampang untuk diperkosa, sebagaimana keperluan masa itu. Nah Sumpah Pemuda ini merupakan sesuatu yang digunakan sebagai alat untuk keperluan saat itu.

Sama halnya ketika sejarah majapahit seolah menjadi hegemoni, yang menyatukan Nusantara akan tetapi dilain sisi sejarah majapahit , gajah mada dan sumpah palapa adalah wacana yang diesain sebagai alat pelanggengan kekuasaan secara turun temurun.

Pertanyaan kemudian dari selisih abad, apakah pernah majapahit menkhlukkan kerajaan gowa Makassar, ataukah pernah menakhlukkan Balanipa Mandar dengan meninggalkan jejak sejarah, berupa identitas artefak majapahit yang sebagai simbol Kerajaan Hindu ataukah Budaha.?

Dalam kitab Pararaton menguraikan analisis berdasarkan asal usul pembuatan kitab, didapat beberapa kesimpulan yaitu bahwa kisah Ken Arok, perang Bubat dan Sumpah Palapa adalah dusta atau kebohongan sejarah, dengan tujuan memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa oleh kaum penjajah Belanda dalam rangka menggalkan terwujudnya persatuan dan kesantuan bangsa dengan simbolisasi Sumpah Pemuda.

Dua suku bangsa besar yang dianggap pondasi kesatuan bangsa ini, mereka diarahkan untuk saling besetru, bermusuhan, dan akhirnya perang dingin berkepanjangan yaitu suku Jawa disimbolkan oleh kerajaan Majapahit dan Sunda disimbolkan oleh kerajaan Sunda Galuh, dengan akhir tragedi tercipta kisah perang Bubat sebagai issue yang dilemparkan ke publik.

Begitupun yang terjadi di Sulawesi, usai perang antara kerajaan Balanipa (Daeng Riosok) dan Bone (Arung Palakka), perjanjian damai di lanrisang pasca kekalahan Bone dari Balanipa yang dimediasi oleh Belanda adalah sebuah upaya memecah belah dan hegemoni kolinialisme lewat dalih persaudaraan. Tiga kerajaan Besar di sulawesi Saat Itu, Balanipa Mandar, Bone Bugis dan Gowa Makassar adalah mereka yang didesain oleh belanda untuk mengobarkan perang dan setelahnya terdapat campur Tangan Belanda.

Terlepas dari semua analisis kritis tersebut, Jikalau Sumpah Pemuda adalah Manipulasia atau sebuah wacana, tetapi menunjukkan bagaiman pluralisme memiliki tempat. Selain itu, penggulingan kekuasaan pada tahun 1998 juga erat kaitannya dengan semnagat Sumpah Pemuda. Pada tahun 1998 itu semangatnya hampir sama dengan 1928. Untuk merebut kekuasaan dari kaum tua, dan melepaskan diri dari penjajahan. Selain itu pokok-pokok pluralisme pada 1928 juga ada di 1998.

Terlepas dari sebuah analisis patahan sejarah tersebut, Sumpah Pemuda bagi sekelumit masyarakat Indonesia, hal ini tentunya bukan sekedar sumpah yang hanya diteriakkan sesaat kemudian dilupakan, namun lebih dari itu mampu mengobarkan semangat persaudaraan, persatuan, adan nasionalisme walau dianggap sebagai sebuah wacana yang direspon berlebih. Atau simbolisasi yang terlahir pasca sumpah pemuda adalah sebua efek yang lahir sebagai efek domino.

Namun kala itu, Sumpah Pemuda berperan penting atas bangkit dan bersatunya seluruh rakyat Indonesia melawan penjajahan, niat yang muncul dari hati tanpa iming-iming, yang ada hanya harapan untuk merdeka, dan mereka hanya punya pilihan merdeka atau mati.

Kini, kemerdekaan sudah diraih, negara ini sudah berkembang, walaupun diterpa berbagai masalah korupsi dan kemiskinan serta gejolak politik yang seolah memecah belah bangsa Indonesia. Dari situlah kita semua rakyat Indonesia bias memiliki satu tekad untuk meneruskan perjuangan para pendiri bangsa ini.

Jika perjuangan berawal dari pucak penandaan sumpah pemuda, perang November dan perang-perang lain di Indonesia serta Resolusi Jihad NU, tapi inilah kemerdekaan yang mereka persembahkan. Kemerdekaan yang harus diisi, tak hanya dengan semangat Sumpah Pemuda tetapi tak lepas dari landaskan UUD 1945 dan Pancasila.

Di Mandar, dimasa penjajahan ada semangat Assimandaran sampai pada masa Daeng Riosok serta Andi Depu, dalam kesatuan Laskar Kris Muda Mandar, tetap menggejolakkan semangat melawan penjajah, entah mereka mengenal istilah Indonesia atau semngat sumpah pemuda, akan tetapi untuk terlepas dari belenggu penjajahan.

Bagi kaum muda indoensia, perjuangan untuk mengisi kemerdekaan saat ini bukanlah hal yang sangat mudah, banyak hambatan dan benturan yang akan dihadapi, mulai dari terganggunya stabilitas dalam negeri, ketersinggungan kedaulatan bangsa, pengklaiman budaya oleh negara lain, hingga pembangunan yang belum merata secara ekonomi, sosial, dan politik.

Saat ini, di momen Sumpah Pemuda, tak salah jika semua warga negara kembali meneriakkan dan menggelorakan semangat sumpah itu. Hal itu dipandang penting sebagai pemicu semangat persaudaraan, persatuan, dan nasionalisme.

Bicara soal persatuan dan nasionalisme, kedua hal itu adalah harga mati. Negara ini sudah terlalu banyak diterpa masalah. Semua komponen harus tetap menjaga empat Pilar kebangsaan. Jika tegoyahkan maka anak-anak sang ibu Pertiwi akan menjadi garda terdepan untuk menjaga dan mebelanya.

Tentunya dengan semangat Sumpah Pemuda yang akan terus berkobar didada setiap warga negara Indonesia. Dengan satu tekad dan satu semangat Satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa persatuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline