Lihat ke Halaman Asli

Surya Al Bahar

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Universitas Negeri surabaya

Manusia Radikal dan Intoleran

Diperbarui: 6 Juni 2018   02:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: hetanews.com

Kejadian tragedi Bom Surabaya kemarin sangat membuat sok para rakyat Indonesia, khususnya warga Kota Surabaya. Dengan adanya kepanikan tersebut tidak semata-mata hanya sebagai tindakan reflek yang lumrah terjadi. Akan tetapi berkat adanya kepanikan tersebut bisa membuat kami sebagai mahasiswa pergerakan turut andil dalam menilai, menemukan, dan menganalisis serta memilah-milah seluk beluk secara subtansial tragedi Bom tersebut.

Berpikir secara subtansial berarti pemahaman kita sebagai kaum pergerakan jangan hanya sebatas cara pandang lewat permukaan, tapi di dalam permukaan masih ada inti yang mendominasi suatu masalah bisa terjadi, bahkan di dalam inti ada struktur inti yang membentuk cabang-cabang secara rapi dan tersusun dengan samar-samar agar orang hanya bisa menitik beratkan fokus cara pandangnya pada sisi yang terdapat di permukaannya.

Moment ini sangat tepat jika dibuat kajian untuk bagaimana mendalami dan menyikapi masalah ini. PMII Rayon Sahabat Komisariat Unesa berusaha mengadakan diskusi dengan mengambil inti fokus dari tragedi tersebut yaitu Intoleran, Radikalisme, dan Terorisme yang menciderai HAM.

Kata intoleran, radikalisme dan teorisme adalah satu hubungan prinsip ideologi manusia yang ditanamkan secara penuh pada tata cara bertindak, bersikap, dan bersosialisasi kepada manusia lainnya. Tetapi dari ketiga kata subtansial tersebut sangat lebih banyak menciderai dan menyimpang dari segi sifat kemanusiaannya. Degradasi rasa sayang kepada manusia semakin hari semakin hilang. Sesama manusia saling membunuh, saling meneror serta mengancam satu sama lain.

Padahal manusia hidup adalah untuk mencari rasa aman, dan sesungguhnya yang menciptakan rasa aman itu adalah manusianya sendiri, jika manusia tidak bisa memberi rasa aman kepada manusia lain, maka mustahil rasa aman itu dapat tercipta. Akibatnya kita akan selalu dihantui oleh rasa takut yang berkepanjangan, yang disebabkan oleh manusia itu sendiri.

Penempatan suatu idiom apapun, baik itu bahasa atau materi, merupakan sangat penting jika dilihat penempatannya. Umpamanya Intoleran dan radikalisme. Apakah semua intoleran dan radikalisme itu bersifat negatif. Apakah orang salah jika berpikir secara radikal. Jika melihat secara bahasa, radikal berasal dari kata Radik, yang berarti mengakar, menyeluruh. 

Salahkah orang apabila berpikir seperti itu. Bukannya suatu ilmu akan bisa ditelaah secara mendalam jika dianalisis secara radikal, fundamental, dan universal. Maka sekali lagi penempatan suatu bahasa itu bisa memengaruhi makna dari bahasa itu sendiri.

Dengan adanya tragedi Bom kemarin ada yang disayangkan mengenai kendali sikap di berbagai elemen masyarakat. Semua masyarakat bersepaham bersama-sama menolak radikalisme. Institusi, lembaga-lembaga bersepakat yakin menolak radikalisme. Padahal itu hanya salah penempatan tindakan, bukan bahasanya yang salah. Radikalisme seperti apa yang salah juga harus dijelaskan. Radikalisme yang bersifat teror, kekerasan atau bagaimana.

Rakyat Indonesia semakin miskin makna. Sehari-hari kita ditempatkan pada posisi cara berpikir yang cetek, ciut, dan cekak. Alhasil sampai kapanpun kita tidak ada bimbingan umum untuk berpikir secara rasional dan berpikir meluas. Seharusnya media ini sebagai pilar karena relatifitas tontonan rakyat lebih condong ke media, apapun, baik cetak, televisi atau online.

Radikalis dan intoleran tidak bisa berdiri sendiri, sama halnya dengan kalian tidak bisa berbicara kalau "Babi itu haram" Memang babi itu haram, tapi kalian tidak bisa berbicara haram begitu saja. Haram dalam artian dipelihara atau dimakan. Kalau dipelihara jelas tidak apa-apa, kalau dimakan baru kalian bisa ngomong haram. Itulah yang dinamakan ketepatan bahasa pada tempat dan waktunya.

Jika tuduhan intoleran dan radikal di limpahkan tanpa berpikir sebab akibatnya, maka yang terjadi hanya ada pertengkaran membodohkan dan memalukan yang terjadi dalam lingkungan manusia. Seakan-akan pertengkaran itu bukan terjadi pada daerah manusia, bahkan para jin dan setan pun tidak sebodoh itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline