Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Janjian dengan Norwegia

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

NIAS

PADANG

MEDAN

Pemerintah Indonesia dan Norwegia menandatangani Letter of Intent (LoI) kerja sama dalam bidang kehutanan guna mengurangi emisi dan membangun kembali hutan hujan tropis yang rusak. LoI ditandatangani di Government House, Oslo, Rabu (26/5) pukul 10.00 WIB

BANDA ACEH

MENTAWAI

Demikian salah satu Koran nasional memuat beritanya sehari setelah acara penandatanganan itu berlangsung. Dalam kerja sama itu, pemerintah Norwegia menyatakan komitmennya dalam bentuk penyediaan dana sebesar US$ 1 miliar. Dana ini berupa hibah atau grant. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg menyaksikan penandatangnan LoI. Adapun tahapannya berupa: pertama preparation atau persiapan yg harus diselesaikan pada 2010. Kedua, transformasi yang berlangsung pada 2011-2013 dan tahap terakhir tahap realisasi pembayaran.
Tidak disebutkan berapa dana yang dikucurkan untuk masing-masing tahap. Namun Presiden SBY menjanjikan Indonesia mengikuti semua tahap secara konsisten sehingga Norwegia mengucurkan dana hibah. Dalam pelaksanaannya, LoI akan dimonitor secara ketat dan transparan termasuk monitoring melalui satelit.

Akhir-akhir ini isu tentang lingkungan kembali menjadi bahan pembicaraan. Mengapa tidak, banjir bandang yang menerpa Wasior di tanah papua, suhu yang semakin panas, banjir, tanah longsor dan lain-lain telah menggiring perhatian kita pada isu lingkungan yang embahana ini. Disebut membahana karena dampaknya langsung bisa dirasakan. Tidak tanggung-tanggung, di Wasior saja ratusan orang korban tewas dan sangat besar kerugian materilnya. Suhu di daerah tropis yang semakin tidak bersahabat menyebabkan manusia berteriak, bukan hanya di Indonesia bahkan dunia. Isu ini juga semakin seksi di Indonesia ketika menyangkut dana sebesar US$ 1 miliar. Saya tidak sedang menjudge Indonesia tidak mampu mengelola dana itu, bukan pula menghakimi bahwa lembaga swadaya masyarakat yang belakangan sangat concern dengan isu lingkungan tergiur oleh kemolekan US$ 1 miliar. Bukan dana yang mau dipersoalkan disini, walaupun sering bangsa ini lebih mempersoalkan dana dan menyisihkan esensi.

Mari kita menyoroti isi dari LoI ini (Untuk membaca isi dari perjanjian silahkan di search di google). Sangat baik isi dari kerja sama ini. Baik dipandang dari aspek diplomasi antar Negara, maupun misi penyelamatan lingkungan. Masyarakat Indonesia wajib untuk mendukung program ini, baik secara teknis maupun dalam mengawal pelaksanaannya. Program ini tidak boleh gagal, cukuplah negara kita gagal dalam diplomasi batas Negara dan perlindungan WNI saja, jangan sampai Indonesia “tertipu” dalam perjanjian ini. Tertipu disini bukan dengan Norwegia tidak memberikan dananya, tentu tidak karena sangat beresiko untuk nama baik Norwegia sendiri. Kekhawatiran saya Indonesia terlalu asyik dalam mengerjakan program-programnya, sehingga lagi-lagi melupakan rakyat.

Mengapa rakyat terlupakan?

Pertama, mayoritas masyarakat kita bekerja sebagai petani, dan usaha perkebunan yang banyak di Indonesia sangat dominan menyerap tenaga kerja. Hal inilah yang menjadikanIndonesia penghasil sawit terbesar di Asia. Sangat dimungkinkan jika tidak dilakukan pengawasan akan terjadi pengalihan fungsi dari perkebunan menjadi “hutan proyek Norwegia”. Pelestarian hutan, namun penyempitan lahan pertanian dan perkebunan, sungguh tidaklah menyenangkan. Apa jadinya jika produksi kelapa sawit di Indonesia berkurang, tentu negara penghasil kelapa sawit yang lain yang akan berkuasa menentukan pasar. Sangat kental nuansa politik ekonominya, mirip penipuan terselubung.

Kedua, pengawasan yang lemah akan menjadikan orang-orang yang tidak bertanggung jawab mengerjakan proyek ini dengan cara-cara lama yang tidak mendidik masyarakat. Tidak ada penyadaran bagi masyarakat akan pentingnya pelestarian alam. Yang ada hanya “saweran” yang sifatnya sementara. Program yang asal jadi, laporan yang memakai data-data fiktif sehingga keberhasilan hanya berupa topeng semata.

Mari bersama-sama menilik dengan seksama alam semesta kita. Semua harus berperan, bukan hanya Negara-negara tropis, namun seluruh Negara di dunia haruslah perduli, karena ini bumi yang di titipkan pada kita mari kita jaga dan lestarikan. Bukan semata-mata karena ada kerja sama bidang lingkungan, bukan juga karena proyek pemerintah, lebih dari pada itu, manusia sebagai penghuni bumi yang paling bertanggung jawab haruslah faham akan kewajibannya.

Semoga bumi kembali tersenyum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline