Lihat ke Halaman Asli

Mengadministrasi Keadilan Sosial

Diperbarui: 23 Desember 2017   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat berkunjung ke Pasar Tanah Abang Blok A, F dan G di Jakarta Pusat, Jumat (21/10/2016). Kedatangan Anies Baswedan dalam rangka berdiskusi dengan para penjual seputar pasar untuk permasalahan yang ada di Jakarta.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

Kalimat itu pertama kali saya dengar diucapkan oleh mantan Gubernur DKI Jakarta yang kini menjadi tahanan di Mako Brimob, Basuki Tjahaja Purnama. Dalam berbagai kesempatan ia sering mengatakan bahwa tugasnya sebagai kepala daerah selain menegakkan peraturan dan mengadministrasi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Jakarta, baik yang pro ataupun yang kontra dengan dirinya.

Sebagai "penguasa" DKI, ia mempunyai power untuk menentukan berbagai arah kebijakan dan perundang undangan yang berhubungan dengan masyarakat Jakarta, selain itu ia juga memiliki dana yang besar dari APBD DKI yang angkanya mencapai puluhan triliun untuk keperluan pembangunan, sarana dan prasarana, gaji PNS, dan juga berbagai subsidi yang diperuntukkan untuk masyarakat Jakarta.

Dan mengadministrasi keadilan sosial tentunya bukanlah hal yang mudah, apalagi di Jakarta yang merupakan etalase Indonesia, di mana orang orang dari berbagai penjuru Indonesia banyak yang mengadu nasib di ibu kota, yang walaupun sudah di sebut lebih kejam daripada ibu tiri namun terus datang juga, menetap, hingga kemudian beranak pinak entah itu di tempat yang legal atau tidak, tak jadi masalah.

Keadilan haruslah seimbang, sama, dan tak pandang bulu. Tak peduli ia miskin atau kaya, tak peduli ia anak jenderal atau mungkin hanya anak pemulung, keadilan haruslah menyentuh semua golongan. Dan di posisi gubernur, keadilan haruslah berpihak pada masyarakat banyak, bukan hanya untuk segelintir orang atau golongan, dan tentunya pengadministrasian keadilan yang dilaksanakan haruslah berdasarkan perundang undangan yang berlaku, bukan hanya berdasarkan hati, atau rasa kasihan.

Pagi ini hari Jumat 22 Desember 2017 kebijakan baru DKI soal Tanah Abang mulai diterapkan, di mana rencananya jalan di depan Stasiun Tanah Abang akan ditutup mulai pukul 08.00 - 18.00 dan benar benar akan diperuntukkan bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL), sementara trotoar akan benar benar disterilkan untuk para pejalan kaki. Katanya kebijakan ini terinspirasi dari konsep pasar Grand Bazar yang ada Istanbul Turki. Dan yang paling menarik dari konsep penataan kawasan yang perputaran uangnya mencapai 80 milyar/hari ini adalah tidak adanya pungutan biaya sama sekali bagi para pedagang di sana, alias gratis.

Detik.com

Keinginan Anies-Sandi untuk memfasilitasi pelaku UMKM agar bisa menjadi pengusaha besar memang patut diapresiasi, hanya saja tepatkah implementasi dari niat baik dari pasangan cagub cawagub terpilih ini? Penggratisan yang dilakukan Anies Sandi terhadap para pedagang bukan tak mungkin meimbulkan kecemburuan, terutama mereka yang berada di Blok G Tanah Abang yang selama ini sepi pembeli dan memilih menaati aturan dengan tidak kembali ke jalan meskipun penghasilan mereka mungkin pas-pasan.

Kebijakan tersebut bukan tak mungkin juga akan menimbulkan kecemburuan sosial kepada para pedagang kaki lima di lokasi lain yang tentunya ingin diperlakukan sama, di mana mereka bisa berjualan tepat di jalan yang biasa di lalui banyak orang dan di legalkan oleh pemerintah setempat sehingga mereka tidak perlu kucing-kucingan dengan aparat dan tidak perlu lagi mengokupasi trotoar yang notabene merupakan hak pejalan kaki. Toh, kalau Tanah Abang boleh, mengapa tempat mereka tidak.

Mengadministrasi keadilan di Jakarta memang tidak gampang. Kepentingan banyak pihak menjadi hal yang harus diutamakan, percayalah bahwa semua kebijakan pasti ada yang pro dan yang kontra. Anies Sandi tentunya harus bersiap dengan segala konsekuensi dari kebijakan mereka. Toh, bukan tak mungkin pedagang di tempat lain akan datang ke balai kota menuntut hal yang sama agar ada keadilan di mata mereka. 

Jika kebijakan masyarakat banyak yang diutamakan, sebarapa banyak masyarakat yang merasa diuntungkan dengan penutupan jalan ini. Apakah hanya PKL Tanah Abang dan pejalan kaki? Bagaimana dengan pedagang di Blok G yang taat aturan dan pastinya makin sepi? Ah ya, mengadministrasi keadilan sosial memang bukan perkara gampang.. :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline