Lihat ke Halaman Asli

Cerita Hujan

Diperbarui: 15 April 2016   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="hujan"][/caption]Suara hujan yang jatuh di atap rumahku mulai berirama, layaknya metronome yang menggiring ketukan demi ketukan, mengetuk sebuah pintu yang tak pernah ingin kubuka yang bernama masa lalu. Ya, kamu itu hujan. Ingatkah kamu kalau kita di pertemukan oleh hujan ?? Hujan yang memaksaku menghentikanmu yang kala itu membawa dua payung di tanganmu dan memintamu menjadi ojek payung dadakan untukku.

“Tolong mas, hari pertama kerja. Nanti saya telat.. “ ujarku hari itu di tengah hujan lebat yang mengguyur di halte kecil di depan kantor. Adegan kecil yang berakhir penuh kejutan ketika semua orang di kantor menundukkan kepala melihatmu dan memanggilmu dengan sebutan ‘pak’. Hal yang sedikit membuatku terlihat bodoh ketika aku sedang mengambil uang dari dompetku untuk membayarmu. Ya, kaos putih dan celana pendek yang menempel di tubuhmu hari itu cukup untuk membuatmu terlihat seperti orang biasa yang sedang lewat, hingga berani untuk ku pegat.

“Maaf pak .. maaf.. “ ujarku pelan ketika tahu kalau kamu adalah anak dari pemilik kantor besar di mana aku akan memulai pekerjaan pertamaku. Tak ada jawaban darimu hari itu, hanya senyum yang mengembang yang di barengi dengan tepukan pelan di bahuku yang cukup untuk membuatku sedikit tenang. Kalau kamu tahu, detik itu aku benar benar ketakutan. Apa yang harus ku katakan pada ibu jika aku pulang dengan status di pecat di hari pertama kerja.

Dan, hujan pula yang mendekatkan kita, ketika ia datang setiap malam membasahi jalan, di mana aku memang harus lembur untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan,

“Kita searah kan ?? Bareng aja.. “

Ajakan yang langsung awalnya kutolak, namun apa daya jika ketika tawaran itu terus menerus datang, sama seperti hujan yang tak pernah jenuh untuk datang setiap malam, ketika kita pulang, hingga menjadi sebuah kebiasaan. Ya, hujan mendekatkan kita, membuatku jauh mengenalmu lebih dari gambaran seorang anak pemilik perusahaan yang di kantor yang terlihat dingin dan jarang berbicara, Padahal kamu lebih lucu dari seorang stad up comedian.

 

Aku masih di sini

Aku masih berdiri di sini

Saat waktu itu berlalu

Meninggalkan bekas hadirmu

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline