Lihat ke Halaman Asli

Surya Darma

Surya Darma mahasiswa PBA

Menggapai

Diperbarui: 8 April 2021   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

MENGGAPAI

Dari balik jendela hujan turun dengan deras dan lebat disertai petir dan angin, air hujan yang turun membasahi pohon-pohon rumbia di seberang jalan, seperti seorang wanita mandi segar, penuh semangat, bergairah, dan ceria. Pelepah-pelepah yang basah dan kuyup ibarat rambut basah lemas, tergurai, yang jatuh dipunggung, batang-batang yang bergoyang meliuk-liuk terhembus angin seperti tubuh yang melenggang penuh pesona. Ketika angin tiba-tiba bertiup sangat kencang pelepah-pelepah itu serentak mengikut arah angin yang berhembus seakan-akan bagaikan jari tangan seorang penari yang mengikuti irama musik.

Pohon-pohon rumbia itu tumbuh ditanah PT perkebunan sawit, yang tersisa hanya beberapa saja, selain pohon rumbia yang memberi kesan lembut, batang ubi yang lurus dan langsing menjadi garis-garis lurus tegak yang kuat.

Sementara hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup bahkan disertai petir tiba-tiba awan terhempas dan terbuka sehingga sinar matahari langsung menyorot dari sebelah barat. Dilangit biru kelabu, muncul lengkungan pelangi yang indah. Terlihat seperti seorang gadis yang menyelendangi tubuhnya dengan kain warna-warni.

Ketika dengan tiba-tiba matahari menghilang dari peredaran, suasana kembali gelap dan sejuk, apalagi hujan semakin menjadi-jadi meyusul dengan dentuman petir yang getar membahana. Angin kembali bertiup sehingga poho --pohon rumbia itu hendak terlentang ditanah. Maka ketika itulah dada Anto berdetak dengan kencang. Anto yang sejak lama memandang pohon-pohon rumbia diseberang jalan itu, hampir putus asa, bila hujan dan angin tak kunjung berhenti Anto tak mungkin bisa kesawah untuk merumput padi dan padi-padi yang ditanam pasti tumbang semua tertiup angin dan ini menimbulkan masalah baru.

Dari emper rumahnya Anto kembali mentap langit dengan harap hujan berhenti pada saat itu juga, tetapi apa mau dikata hujan masih turun dan deras mengguyur setiap pohon rumbia yang tinggi semampai itu. Anto gelisah dan cemas, bagaimana tidak cemas bagi Anto sawah adalah segalanya baginya dari situlah ia memperoleh rizki dan membiayai sekolahnya. Petir kembali mencetar dilangit kelabu itu dan hujan makin bertambah deras lebih deras dari sebelumnya. Hati Anto semakin lencuh dan kecut, mungkin hari ini Anto tidak diperkenankan untuk kesawah dan harus merelakan padinya tumbang dan tenggelam.

Sambil menjatuhkan pundak karena merasa hampir kehilangan harapan, Anto membalikan badan lalu masuk kerumah. Berdiri diruang tengah sambil membayangkan padinya yang rebah dan tenggelam oleh air hujan. Anto hampir terlelap di bilik bambu dalam rumah, tiba-tiba suasana berubah. Hujan benar-benar berhenti, bahkan matahari yang kemerahan muncul dibalik awan hitam. Semangat petani sejati membangunkan Anto, ia segera bangkit dan keluar dari bilik tidur.

" Buk pak hujan dah redah Anto izin kesawah yaa...

" buhahahahah mau ke mana mas ? Kesawah ahaha haha...

" eh ribut kali ni bocah bikin sebel !

"  oalah le le kamu ini sadar apa ngelindur sudah jam berapa coba lihat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline