BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Kita sudah tahu apa yang terjadi ketika peperangan Shiffin antara Sayidina Ali dengan Sayidina Muawiyah ra. Pihak Sayidina Muawiyah hampir kalah lalu mereka mengangkat Mushaf pada ujung tombak dan menyerukan perhentian peperangan dengan bertahkim. Akibat itu golongan Ali terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan yang setuju dengan tahkim dan golongan yang tidak setuju dengan tahkim. Mereka yang tidak setuju dengan tahkim beralasan bahwa orang yang mau berdamai pada ketika pertempuran adalah orang yang rangu akan pendiriannya, dalam kebenaran peperangan yang ditegakannya. Hukum Allah sudah nyata kata mereka, siapa yang melawan Khalifah yang sah harus diperangi. Kaum inilah yang dinamakan kaum Khawarij yaitu kaum yang keluar yakni keluar dari Sayidina Muawiyah dan keluar dari Sayidina Ali.
- Kemudian selain Khawarij, umat Islam juga mengenal aliran Murjiah. Aliran Murjiah ini merupakan golongan yang tak sepaham dengan kelompok Khawarij dan Syi’ah. Pengertian Murjiah sendiri adalah penangguhan vonis hukuman atas perbuatan seseorang sampai dipengadilan Allah Swt, sehingga seorang muslim sekalipun berdosa besar dalam kelompok ini tetap diakui sebagai muslim dan mempunyai harapan untuk bertaubat.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah kemunculan kaum Khawarij ?
- Bagaimana pemikiran paham kaum Khawarij ?
- Bagaimana sejarah kemunculan kaum Murjiah ?
- Bagaimana pemikiran paham kaum Murjiah ?
- Tujuan Penulisan
- Dalam penulisan makalah ini, penulis coba mengulas tentang sejarah kemunculan Khawarij, paham Khawarij, sejarah kemunculan Murjiah, dan paham Murjiah.
BAB II
PEMBAHASAN
- Sejarah Kemunculan Kaum Khawarij
- Kita sudah tahu apa yang terjadi ketika peperangan Siffin antara Sayidina Ali Kw, dengan Sayidina Muawiyah Rda. Pihak Sayidina muawiyah hampir kalah lalu mereka mengangkat Mushaf pada ujung tombak dan menyerukan penghentian peperangan dengan bertahkim.
- Mulanya Sayidina Ali tidak hendak menerima ajakan ini, karena hal ini sudah diduga suatu muslihat dalam peperangan. Setiap orang yang terdesak minta penghentian tembak menembak dan mengadakan perundingan.
- Tetapi sebahagian anak buah Sayidina Ali mendesak supaya menerima ajakan itu. Dan karena itu Sayidina Ali setuju saja.
- Tetapi sebahagian lagi, diantara pasukan Sayidina Ali ada yang tidak suka menerima ajakan tahkim itu, karena mereka menganggap bahwa orang yang mau berdamai pada ketika pertempuran adalah orang yang ragu akan pendiriannya, dalam kebenaran peperangan yang ditegakannya. Hukum Allah sudah nyata kata mereka. Siapa yang melawan Khalifah yang sah harus diperangi.
- Kita berperang guna menegakan kebenaran demi keyakinan kepada agama kita. Kita berjalan diatas garis yang benar, garis yang dapat dipertanggung jawabkan kepada tuhan. Kenapa kita mau berhenti perang sebelum mereka kalah, kata mereka.
- Tetapi apa boleh buat peperangan sudah berhenti. kaum ini akhirnya membenci Sayidina Ali karenah dianggap lemah dalam menegakan kebenaran, sebagaimana mereka membenci Sayidina Muawiyah karena melawan Khalifah yang sah.
- Kaum inilah yang dinamakan kaum Khawarij, kaum yang keluar yakni keluar dari sayidina Muawiyah dan keluar dari Sayidina Ali.
- Mereka mengadakan semboyan “La Hukma Illa Lillah”! ( tidak ada hukum kecuali dari Tuhan ).[1]
- Mereka menuntut Sayidina Ali mengakui kesalahanya sebab menerima tahkim atau mengakui bahwa iya sudah menjadi kafir. Mereka mengancam, kalau Sayidina ali mau taubat mengakui kesalahannya maka meraka menggabungkan diri kepada Sayidina Ali dan melawan Sayidina Muawiyah, tetapi kalau tidak maka Sayidina Ali dan Muawiyah akan diperanginya.
- Inilah garis kaum Khawarij. Sayidina Ali medapat kesulitan besar akibat aksi Khawarij ini. Kalau Sayidina Ali atau golongannya berpidato maka orang-orang Khawarij membikin onar, mereka berteriak-teriak “La Hukma Illa Lillah”!
- Kalau golongan Sayidina Muawiyah berpidato mereka membikin onar juga dan berteriak-teriak “La Hukma Illa Lillah”!.
- Dan setelah mereka merasa bahwa Sayidina Ali tak akan mau meninggalkan pendiriannya, maka mereka semuanya meninggalkan Sayidina Ali semuanya pergi ke daerah yang bernama Harura jumlah mereka 12.000 orang.[2]
- Mereka mengangkat seorang dari mereka menjadi kepala, yaitu Abdullah bin Wahab Ar-Rasyidi.
- Mereka menamakan dirinya kaum Khawarij yaitu orang-orang yang keluar pergi perang untuk menegakan kebenaran.
- Paham Khawarij ini bertambah maju setelah melihat kegagalan Sayidina Ali dalam perundingan “tahkim” paham Khawarij dianggap benar oleh umum. Kaum Khawarij terkenal kaum yang keras, tidak pandai berminyak air. Mereka berjuang mati-matian untuk menegakan pahamnya dan memberikan pengorbanan apa saja, sampai kepada jiwanya dalam menegakan pahamnya itu.
- Sangking marahnya kepada Sayidina Ali, Muawiyah, dan Amru bin Ash maka kaum Khawarij membuat musyawarah untuk membunuh ketiga-tiganya secara keji yaitu memukul sampai mati pada ketika mereka hendak keluar sembahyang subuh ditempat masing-masing. Sayidina Ali ketika itu di Bagdad, Muawiyah di Damsyik, dan Amru bin Ash di Mesir.
- Tiga komplotan jahat berangkat menuju tiga tempat tersebut. Sayidina Ali bin Abi Thalib mati ditikam oleh Abdurrahman bin Muljam, tetapi Muawiyah dan Amru bin Ash tak dapat dibunuh. Inilah usaha kaum Khawarij yang pertama yaitu membunuh Sayidina Ali menantu Nabi, bapak sayidina Hasan dan Husain dan Khalifah yang ke IV.
- Kaum Khawarij kadang-kadang menamakan golongan mereka dengan “kaum Syurah”, artinya kaum yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridhaan Allah. Selain Sayidina Ali sebagai Khalifah ke IV mati terbunuh dan setelah Sayidina Hasan bin Ali menyerahkan Khalifah kepada Sayidina Muawiyah dan setelah Sayidina Husain mati dipadang Karbala maka kaum Khawarij tidak bertambah mundur, tetapi tambah beringas dan bertambah garang melawan kekuasaan Sayidina Muawiyah. Mereka membangun organisasi mereka dengan rapi sekali.
- Gerakan Khawarij menjadi bercabang dua, satu bermarkas disebuah Negri namanya Bathail yang menguasai dan mengontrol kaum Khawarij yang berada di Persia dan satu lagi di Kiraman untuk daerah-daerah sekeliling Iraq. Cabang yang kedua di Arab daratan yang menguasai Kaum Khawarij yang berada di Yaman, Hadharamaut, dan Thaif.
- Cabang Bathail dikepalai oleh Nafi’ bin Azraq, dan Qathar bin Faja’ah, sedang cabang di daerah Arab dikepalai oleh Abu Thaluf, Najdah bin Ami dan Abu Fudaika. Pemimpin-pemimpin kaum Khawarij yang lain adalah:
- Urwah bin Hudair
- Najdah bin Uwaimir
- Mustaurid bin Sa’ad
- Hautsarah Al-Asadi
- Quraib bin Marrah
- Nafi’i bin Azraq
- Najdah bin Amir
- Ubaidillah bin Basyir
- Zuber bin Ali
- Qathari bin Fujaah
- Abu Rabbih
- Dan masih banyak lagi lihat Syarah Najhul Balagah IV halaman 132-284, dimana diterangkan panjang lebar kisah-kisah gembong-gembong Khawarij ini.[3] Mulanya kaum Khawarij hanya, mempersoalkan Khalifah dan Tahkim, tapi kemudian merembet-rember kepada soal-soal I’tiqad dan kepercayaan, sehingga dalam dunia Islam terbentuk suatu paham yang dinamakan paham Khawarij.
- Setiap orang Islam harus mengetahui macam dan bentuk paham Khawarij, khususnya yang bertentangan dengan paham Ahlussunah wal Jama’ah dengan tujuan agar kita, terhindar dari paham yang keliru dari Khawarij ini. Memang golongan ini sudah hilang dibawa arus sejarah, tetapi pahamnya masih berkeliaran dimana-mana sehingga kita harus waspada.
- Pemikiran Paham Kaum Khawarij
- Persoalan Khalifah
- Kaum Khawarij mengakui Khalifah-Khalifah Abu Bakar, Umar dan separuh zaman dari Khalifah Usman bin Affan. Pengangkatan tiga Khalifah itu sah sebab sudah dilakukan dengan Syura ( dengan musyawarah Ahlul Halli Wal Aqdi ).
- Kepercayaan ini sama dengan kepercayaan kaum Ahlussunah wal Jama’ah. Tetapi separuh yang akhir, dari Khalifah Usman tidak diakui mereka lagi, karena Usman menyeleweng kata kaum Khawarij.
- Begitu juga Khalifah Ali mulanya pengangkatannya sah, tetapi kemudian membuat kesalahan besar yaitu menerima tahkim. Dan Ali menjadi kafir karena menerima tahkim itu adalah dosa dan siapa yang membuat dosa menjadi kafir, kata Khawarij. Hal ini ditentang oleh kaum Ahlussunah karena penyelewengan-penyelewengan yang tidak membahayakan rakyat umum tidaklah menggugurkan pangkat Khalifah, kata Ahlussunah.
- Yang menggugurkan pangkat Khalifah menurut Ahlussunah ialah kalau Khalifah itu telah Tajahur ( dihadapan umum berbuat ma’siat ) dan menganjurkan rakyat mengikutinya. Keempat-empat Khalifah itu menurut Ahlussunah berjalan diatas jalan yang benar, dari mulai pekerjaannya sampai wafatnya.
- Apa yang terjadi pada masa pemerintahannya adalah ijtihadnya yakni masalah ijtihadiah yang diserahkan sepenuhnya kepadanya. Kalau ia benar dalam ijtihadnya dengan arti sesuai dengan kehendak Tuhan maka ia diberi dua pahala, tetapi kalau ia salah dalam ijtihadnya dengan arti tidak sesuai dengan kehendak Tuhan maka ia hanya diberi satu pahala sebagai upah dari ijtihadnya itu. Inilah paham kaum Ahlussunah Wal Jama’ah.
- Terhadap Ummul Mu’minin Siti Aisyah Rda
- Kaum Khawarij mengutuk dan mencaci maki, kadang-kadang mengkafirkan Ummul Mu’minin Siti Aisyah, Thalhah, dan Zuber bin Awam, karena ke tiganya menggerakan peperangan Jamal yaitu antara beliau-beliau itu dengan Sayidina Ali. Kaum Khawarij juga menghukum kafir Abu Musa Asy’ari dan Amru bin Ash, yaitu ketua-ketua delegasi pada masa tahkim.
- Tersebut dalam buku Fajar Islam pagina 258 bahwa salah seorang kaum Khawarij ditangkap dan dibawa ke muka Yazid bin Mu’awiyah lantas ditanyai :
- Yazid : bagaimana pendapatmu tentang Abu Bakar dan Umar ?
- Jawab : mereka orang baik-baik.
- Yazid : bagaimana tentang Usman bin Affan ?
- Jawab : enam tahun permulaan ia orang baik tetapi enam tahun terakhir ini menjadi kafir.
- Yazid : bagaimana tentang Amirul Mu’minin Ali ?
- Jawab : saya menyokongnya sampai tahkim, kemudian saya menentangnya dan menganggap ia kafir.
- Yazid : bagaimana tentang Mu’awiyah ?
- Jawab : ia dikutuk Tuhan, kemudian ia menyumpah habis-habisan.
- Inilah gambaran paham dan pemikiran kaum Khawarij.[4]
- Kaum Ahlussunnah menolak sekeras-kerasnya pendapat ini. Ummul Mu’minin, Thalhah, dan Zuber bin Awam, pada ketika memerangi Sayidina Ali dan pasukannya pada peperangan Jamal adalah demi mempertahankan kebenaran menurut ijtihad mereka, bukan karena hawa nafsu serakah. Sayidina Ali pada waktu itupun dalam kebenaran, karena mempertahankan kebenarannya pula.
- Pendeknya, peperangan yang terjadi antara sahabat-sahabat Nabi itu adalah berdasarkan ijtihad masing-masing bukan karena hawa nafsu, begitulah paham dan pemikiran kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah.
- Cap Kafir
- satu keistimewaan pemikiran kaum Khawarij ialah lekas-lekas menuduh kafir bagi orang-orang yang tidak suka mengikutnya. Nafi’i bin Azraq yang digelari Amirul Mu’minin oleh kaum Khawarij menfatwakan bahwa sekalian orang yang membantahnya adalah kafir yang halal darahnya, halal hartanya, dan halal anak istrinya.
- Inilah paham yang sangat keterlaluan dari orang-orang Khawarij mereka dengan gampang mengatakan “mereka salah karena itu dia kafir karena itu halal darahnya, hartanya, dan anak istrinya. Walaupun yang mereka katakan salah ini adalah orang-orang Islam yang dosanya hanya tidak mau menerima pahamnya sekalipun belum tentu kebenarannya.
- Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak mau lekas-lekas mengkafirkan orang lain, walaupun orang itu menentang pendapatnya, karena kalimat kafir itu adalah kalimat yang hebat yang dapat menentukan kecelakaan manusia yang abadi dunia akhirat.
- Oleh karena itu kaum Ahlussunnah sangat berhati-hati dalam menuduh orang lain kafir, harus dipikir masak-masak, harus dipikir resikonya dulu apa lagi kalau yang dituduh itu umat Islam yang shaleh Ulama-Ulama atau Sahabat-sahabat Nabi seperti Siti Aisyah, Thalhah, Zuber, Mu’awiyah, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Asy’ari, Amru bin Ash, Abu Bakar, Utsman dan Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhum.
- Kalau ada orang sekarang yang cepat-cepat menuduh lawannya dengan kafir, maka orang itu cucu kaum Khawarij. Nauzu billah!
- Ibadat sama dengan Iman
- Kaum Khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan Iman itu bukan pengakuan dalam hati ucapan dan lisan saja, tetapi amal Ibadat menjadi Rukun Iman pula[5]. Barang siapa yang tidak mengerjakan sembahyang, puasa, zakat dan lain-lain maka orang itu kafir, kata kaum Khawarij. Pendeknya bagi kaum Khawarij sekalian orang Mu’min yang berbuat dosa, baik besar maupun kecil maka orang itu kafir, wajib diperangi dan boleh dibunuh, boleh dirampas hartanya.
- Oleh karena itu Sayidina Mu’awiyah sudah membuat dosa dengan melawan kepada Khalifah yang sah yaitu Sayidina Ali Kw. Maka kaum Khawarij mencap Sayidina Mu’awiyah dan pengikutnya dengan kafir dan wajib diperangi. Siti Aisyah cs karena melawan Khalifah Ali, adalah kafir. Demikian pemikiran kaum Khawarij.
- Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah berpendirian bahwa Rukun Iman itu hanyalah dua, membenarkan dalam hati dan mengikrarkan dengan lisan. Adapun amal ibadat seumpama sembahyang, puasa, zakat, dan lain-lain, maka itu untuk kesempurnaan Iman. Orang yang sembahyang dan mengerjakan amal ibadat yang lain maka orang itu adalah orang Mu’min yang sempurna.
- Yang kafir bagi Ahlussunnah ialah orang-orang yang Mengi’tiqadkan bahwa sembahyang itu tidak wajib baginya, bahwa puasa tidak wajib baginya, bahwa mencuri boleh baginya, bahwa berzina halal baginya. Orang yangmacam ini dihukum kafir karena ia menghalalkan yang sudah diharamkan Tuhan.
- Orang sakit orang tua
- Kaum Khawarij menfatwakan bahwa orang-orang sakit atau orang yang sudah tua yang tidak ikut perang maka orang itu menjadi kafir, wajib dibunuh. Paham ini sangat keliru dan karena itu ditentang oleh kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Orang-orang sakit dan orang-orang yang sudah tua tidak wajib pergi perang karena itu ia tidak menjadi kafir karena tidak ikut.
- Dosa kecil dan Dosa besar
- Kaum Khawarij menfatwakan bahwa sekalian dosa adalah besar tidak ada yang bernama dosa kecil atau dosa besar. Sekalian pendurhakaan kepada Tuhan adalah besar tidak ada yang kecil menurut kaum Khawarij. Paham ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah karena didalam Al-quran dinyatakan terus terang, bahwa ada dosa besar dan ada dosa kecil yang dinamai Sai yiaat.[6]
- Jadi sudah terang ada dua macam dosa satu dinamai besar dan yang satu lagi dinamai Sai yaat yaitu kejahatan kecil. Tuhan menjelaskan bahwa yang besar kita jauhi maka yang kecil-kecil atau dosa kecil diampuni saja, tetapi kalau dosa besar tidak dijauhi maka dosa kecil akan dihukum juga. Ini suatu rahmat dari Tuhan kepada manusia. Walaupun mereka berbuat dosa, maka Tuhan yang pemurah bisa mengampuni saja.
- Anak-anak Orang Kafir
- Menurut fatwa kaum Khawarij bahwa anak-anak orang kafir kalau mati kecil masuk neraka juga, karena ia kafir mengikut ibu bapaknya. I’tiqad ini ditentang oleh kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah yang berpendapat bahwa anak-anak orang kafir yang meninggal selagi ia masih kecil akan dimasukan ke dalam syurga, bukan ke dalam neraka.
- Hal ini tidak sesuai dengan keadilan Tuhan karena menghukum anak kecil dengan dosa ibu bapaknya. Setiap orang hanya dihukum sesuai dengan dosanya masing-masing.
- Orang yang paling buruk
- Tersebut dalam kitab Hadis Bukhari, bahwa sahabat Nabi Ibnu Umar Rda, berpendapat bahwa orang-orang Khawarij dan I’tiqadnya adalah orang-orang yang paling buruk. Kami nukilkan dibawah ini apa yang tersebut dalam kitab Hadis Bukhari:
- “dan adalah sahabat Nabi Ibnu Umar Rda. Berpendapat bahwa mereka makhluk Allah yang paling jahat, mereka mengambil ayat-ayat Al-quran yang sebenarnya turun untuk orang-orang kafir, tetapi dipasangkannya kepada orang Mu’min ( Fathul Bari Juz XV halaman 313 ).
- Dalam menerangkan perkara Ibnu Umar ini Imam Ibnu Hajar Asqalani menyatakan bahwa dalam hadis yang dirawikan oleh Imam Thabari diterangkan bahwa seorang bernama Asyaj bertanya kepada Nafi’i, bagaimana pendapat Ibnu Umar tentang orang-orang Khawarij yang berkumpul di Hururiyah ? Abdullah bin Umar menjawab bahwa mereka adalah makhluk yang paling buruk, karena mereka memakai ayat-ayat Al-quran yang sebetulnya menerangkan hal-hal orang kafir dan dipasangkannya kepada orang Mu’min ( Fathul Bari Juz 15 halaman 313).
- Sejarah Kemunculan Kaum Murji’ah
- Asal kata Murji’ah dari kata Irja artinya menangguhkan. Kaum Murji’ah artinya kaum yang menangguhkan.[7] Kaum Murji’ah lahir pada permulaan abad ke I Hijriyah setelah melihat hal-hal berikut ini :
- Kaum Syi’ah menyalahkan bahkan mengkafirkan orang-orang yang merebut pangkat Khalifah dari Sayidina Ali Kw.
- Kaum Khawarij menghukum kafir Khalifah Mu’awiyah cs karena melawan pada Khalifah yang sah, yaitu Sayidina Ali Kw. Begitu juga kaum Khawarij menghukum kafir Sayidina Ali cs karena menerima tahkim dalam peperangan Siffin
- Kaum Mu’awiyah cs menyalahkan orang-orang pihak Ali karena memberontak melawan Sayidina Utsman bin Affan Rda.
- Sebahagian pengikut Sayidina Ali menyatakan salah sikap Ummul Mu’minin Siti Aisyah Rda, sikap para sahabat Thalhah dan Zuber yang menggerakan perlawanan terhadap Sayidina Ali sehingga terjadi apa yang dinamakan peperangan Jamal.
- Pada ketika situasi yang gawat itu lahirlah sekumpulan umat Islam yang menjauhkan diri dari pertikaian, yang tidak mau ikut menyalahkan orang lain, tidak ikut-ikutan menghukum kafir atau menghukum salah, tidak mau mencampuri persoalan, seolah-olah mereka mau pangku tangan saja.[8]
- Kaum Murji’ah ekstrim ini banyak memperoleh kecaman dari para Ulama saat itu, dan tidak memperoleh pengikut, serta akhirnya lenyap. Kemudian menjadi pengikut aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah. Pemikiran yang paling menonjol dari aliran ini adalah bahwa pelaku dosa besar tidak dikategori kafir, karena mereka masih memiliki keimanan dan keyakinan dalam hati bahwa Tuhan mereka adalah Allah, Rasulnya adalah Muhammad, serta Al-quran sebagai kitab ajarannya, serta meyakini rukun-rukun Iman lainnya.[9]
- Pemimpin dari kaum Murji’ah ini adalah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat As-samman, Tsauban, Dhirar bin Umar.[10]
- Pemikiran Paham Kaum Murji’ah
- Kaum Murji’ah membentuk suatu paham dalam Usuluddin yang berbeda, bukan saja dengan kaum Khawarij dan kaum Syi’ah tetapi juga dengan kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Paham yang dibentuknya ini adalah paham mereka sendiri.
- Iman itu ialah mengenal Tuhan dan Rasul-Rasulnya. Kalu kita sudah mengenal Tuhan dan Rasul-Nya maka itu sudah cukup, sudah menjadi Mu’min. Sebahagian kaum Murjiah yang gullah sampai ada yang beri’tiqad bahwa asal kita sudah mengakui dalam hati atas wujud-Nya Tuhan dan sudah percaya dalam hati kepada Rasul-Rasul-Nya maka kita sudah Mu’min.
- Orang yang telah Iman dalam hatinya, tetapi kelihatan menyembah berhala atau membuat dosa-dosa besar yang lain, bagi kaum Murji’ah orang ini masih Mu’min.
- I’tiqad menangguhkan dari kaum Murji’ah yakni menangguhkan orang yang bersalah sampai kemuka Tuhan pada hari kiamat, ditentang oleh kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah, karena setiap orang yang bersalah harus dihukum didunia ini.
- BAB III
- PENUTUP
- Kesimpulan
- Khawarij sebagai sebuah aliran adalah kaum yang terdiri dari pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju terhadap sikap Ali bin Abi Thalib yang menerima tahkim sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaan Khalifah dengan Mua’awiyah bin Abi Sufyan
- Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Mereka menanggukan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam pristiwa tahkim itu. Dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan Iman seseorang. Demikian pula orang Mu’min yang melakukan dosa besar masih dianggap Mu’min dihadapan mereka.
- Saran
- Setiap orang Islam harus mengetahui macam dan bentuk paham Khawarij dan Murji’ah, agar kita bisa mengambil pelajaran penting yang bisa diambil dari kedua paham tersebut. Memang kedua golongan ini sudah hilang dibawa arus sejarah, tetapi pahamnya masih berkeliaran dimana-mana maka dari itu waspadalah !!!
- DAFTAR PUSTAKA
- Abbas Siradjuddin, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru, 2010
- Abduh Muhammad, Ilmu Kalam, Surabaya: Mutiara Ilmu, 2006
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H