Penerapan kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) selama masa pandemi Covid-19 merupakan solusi terbaik untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Pada 15 Desember 2020, Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia bersama Puslitjak, Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbud, melakukan analisa ilmiah yang berjudul "Gambaran Kondisi Psikologis Siswa di Indonesia pada Masa Pandemi Covid-19".
Analisa ini dilakukan berdasarkan cara pembelajaran dan jenjang pendidikan. Cara pembelajaran yang dimaksud adalah BDR, TM (tatap muka) dan BDR-TM (kombinasi keduanya). Sedangkan jenjang pendidikan yang dimaksud adalah SD, SMP, SMA dan SMK. Ranah yang dianalisa yaitu masalah emosi dan perilaku, gejala trauma, dan kesejahteraan psikologis siswa yang dianalsia menggunakan 3 skala. (IPK Indonesia, 2020)
Hasil analisa ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal masalah emosi & perilaku, gejala trauma dan kesejahteraan psikologis seluruh partisipan baik melalui cara pembelajaran BDR, TM maupun BDR-TM. Hal ini menjadi bahan rekomendasi kepada pemerintah untuk memperpanjang masa BDR. (IPK Indonesia, 2020)
Setelah kurang lebih 2 tahun masa pandemi berhasil dilalui, seluruh lapisan masyarakat mulai dihadapkan dengan kondisi pasca pandemi. Sama dengan di awal tahun 2020 lalu, ketika masyarakat harus beradaptasi dengan situasi serba online, kini masyarakat harus kembali beradaptasi dengan situasi menuju 100% offline. Apakah menjadi hal yang sulit? Jawabannya mungkin dianggap klise, semua kembali ke pribadi masing-masing.
Lalu bagaimana kondisi psikologis siswa di masa pasca pandemi Covid-19?
Jika dirinci, skema-nya menjadi seperti ini:
- Kondisi psikologis di awal pandemi atau ketika perpindahan kegiatan TM menjadi kegiatan BDR, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan kesejahteraan psikologis siswa ketika BDR cenderung tinggi. Hal ini karena siswa masih dalam euphoria "libur" dibalik kegiatan BDR. Jadi beberapa siswa mungkin belum menemukan kesulitan program BDR.
- Faktor "pemudah". Saya sebut faktor pemudah karena ada hal-hal eksternal yang secara situasional memudahkan siswa dalam mengerjakan tugas sekolah selama BDR.
- Sering menunda pengumpulan tugas (Prasetyaningtyas, 2021)
- Orangtua membantu mengerjakan tugas (Prasetyaningtyas, 2021)
- Menggunakan bantuan redaksi situs online dalam mengerjakan tugas
- Dengan leluasa saling bekerjasama dengan teman dalam mengerjakan tugas individu
- Menggunakan alasan jaringan atau signal untuk menghindari pertemuan via online
- Di sisi lain, ada siswa yang menghadapi kendala yang menghambat proses BDR.
- Tidak memiliki smartphone (Prasetyaningtyas, 2021)
- Jaringan internet yang tidak stabil (Prasetyaningtyas, 2021)
- Kuota jaringan internet yang mahal (kendala ini telah diminimalisir dengan bantuan kuota belajar dari lembaga pemerintah dan lembaga swasta lainnya) (Prasetyaningtyas, 2021)
- Kemudian datang masa ketika siswa sudah mulai penat mengikuti kegiatan BDR. Muncullah perasaan yang tidak menyenangkan yaitu:
- Bosan
- Motivasi belajar kurang
- Terlalu banyak tugas
- Kurang fokus
- Suasana pembelajaran kurang menyenangkan (Prasetyaningtyas, 2021)
- Terdapat gap pada diri siswa yaitu ketika siswa sudah ingin melakukan TM namun belum siap. Hal ini karena selama BDR, terdapat rendahnya tingkat kedisiplinan di rumah. Ketika TM, siswa diwajibkan mengikuti aturan sekolah yang ketat seperti jam masuk kelas, jam istirahat, standar penampilan, deadline tugas dan sebagainya.
- Ketika BDR, siswa cenderung tidak memiliki aturan yang mengikat dan lebih mudah/berani melanggar aturan yang dibuat. Apalagi siswa tanpa pengawasan orangtua selama BDR.
- Tidak menutup kemungkinan, siswa mengalami kondisi stress akademik, yaitu kondisi dimana siswa mengalami tekanan terus menerus ketika tidak dapat memenuhi tuntutan akademik. (Marfuah, 2021)
- Kemudian setelah pandemi terlewati, siswa yang belum siap diharuskan untuk kembali TM dengan aturan dan kedisplinan yang ketat di sekolah.
Jika di awal pembahasan, artikel ini menyuguhkan data ilmiah dan bisa diakses data statistik-nya, pembahasan kondisi psikologis siswa pasca pandemi belum tersuguhkan secara statistik. Namun, saya bisa ungkapkan keresahan para pendidik di sekolah dalam menghadapi kondisi siswa pasca pandemi ini secara deskriptif.
Di sebuah sebuah lembaga pendidikan, di sudut kecil di provinsi Jawa Timur, tepatnya di kabupaten Blitar, saya menangkap beberapa keresahan pendidik. Keresahan yang diungkapkan bervariasi berdasar jenjang pendidikan.
Di jenjang SD, pendidik mengungkapkan bahwa sebagian besar siswa melakukan penolakan ketika diberikan tugas dan cenderung tidak mau mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Secara teori, siswa pada jenjang SD mengalami peningkatan perilaku off-task, yaitu perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya saat proses belajar.
Perilaku off-task meliputi membolos, impulsif, tidak mencermati, tidak mengerjakan tugas, meninggalkan tempat duduk, berbicara tanpa permisi, tidak memiliki motivasi belajar, tidak siap mengikuti aktivitas di kelas dan mengganggu (dalam Zuhara dkk, 2021). Hal ini diduga karena ketidakteraturan kegiatan belajar ketika BDR dan waktu bermain yang tidak terkendali, sehingga perilaku ini terbawa hingga TM dilakukan kembali.