Bagi orang Indonesia, mudik adalah tradisi yang tidak bisa lepas dari Lebaran. Tapi lebaran kali ini sedikit agak rasa politik.
Tanpa melakukan ritual mudik, banyak orang merasa lebarannya tidak afdal. Tidak heran jika orang Indonesia rela bersusah payah demi bisa berlebaran di kampung halaman.
Di Indonesia, jalur mudik, terpadat ada di sepanjang pesisir Pantai Utara Jawa atau kita kenal dengan jalur Pantura dan jalur di sisi Pesisir Selatan yang diberi nama Pansela. Tiap tahunnya, jutaan kendaraan dan manusia akan hilir mudik di jalur ini saat musim mudik tiba.
Nah, jika kamu orang yang rutin mudik lewat jalur Pantura, tahun ini siap-siap saja menikmati pemdangan yang lain dari biasanya.
Jika biasanya pemudik disuguhi oleh pemandangan khas perkotaan beserta hiruk pikuk aktivitas dan kemacetannya, juga beragam kuliner lokal nan lezat serta sejumlah titik yang menyuguhkan pemandangan alam yang indah seperti di Rembang, Jawa Timur, kali ini pemudik harus siap dengan pemandangan lain, yakni kampanye para politisi dan partai politik.
Maklum saja, arus mudik lebaran tahun 2018 sangat berdekatan dengan puncak tahapan pemilihan kepala daerah serentak yang berlangsung pada 27 Juni 2018.
Belum lagi kepentingan politik nasional di mana tahun 2019 mendatang, Indonesia sudah harus disibukkan dengan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.
Politisasi Mudik
Kampanye politik sudah akan dimulai sejak keberangkatan para pemudik dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya.
Biasanya, para politisi dan partai politik akan gencar mengadakan dan mendanai mudik bareng. Tujuannya untuk menarik simpati masyarakat yang menggunakan fasilitas pemberiannya.
Mudik Lebaran, di mana jutaan masyarakat tumpah ke jalan untuk pulang ke kampung halaman, merupakan kesempatan emas bagi para politisi dan partai politik untuk cari muka dan tebar pesona. Inilah yang dikenal dengan sebutan politisasi mudik.