Hiruk pikuk masyarakat di bulan Ramadan kini sudah beralih ke persoalan Tunjangan Hari Raya (THR)
Pada isu THR tahun ini, yang paling menyita perhatian tentu kebijakan pemerintah mengenai THR bagi PNS, pensiunan PNS, TNI dan Polri.
Ada empat hal kontroversial yang diributkan orang. Pertama, dana THR 2018 naik sebesar 68,9% dari tahun sebelumnya menjadi Rp 35,76 triliun karena pemerintah menambah komponen THR dari hanya gaji pokok menjadi gaji pokok plus tunjangan.
Selain itu, pemerintah juga menambah penerima THR yang semula hanya PNS menjadi PNS beserta penisunan PNS.
Kedua, kebijakan THR PNS tahun ini dinilai kurang terencana dari sisi keuangan karena belanja negara menjadi tidak produktif. Padahal, sebagian anggaran belanja negara bersumber dari utang.
Ketiga, keuangan pemerintah daerah dikhawatirkan akan kembang-kempis karena APBD harus digunakan untuk membiayai THR serta gaji ke-13 PNS dengan komponennya yang baru.
Keempat, kebijakan THR PNS tahun ini dinilai politis karena nilainya yang membengkak dan jumlah penerimanya yang bertambah menjelang tahun politik pada 2019.
Meski tidak seriuh THR PNS, penerima tunjangan Lebaran dari kalangan pekerja swasta juga sudah mulai meributkan THR. Para pekerja mengeluhkan lamanya pencairan THR di saat kebutuhan belanja, entah itu belanja tiket mudik atau keperluan busana Lebaran, sudah minta diperhatikan.
Di luar segala keramaian dan kontroversi yang ada, mereka yang mendapatkan tunjangan, entah itu PNS maupun pekerja swasta, tentu sangat bersyukur atas adanya THR. Tambahan penghasilan ini dapat meringkankan beban keuangan akibat meningkatnya kebutuhan dan harga barang menjelang Lebaran.
Cerita yang jauh berbeda tentang THR justru datang dari para petani kita. Kelompok profesi yang sering disebut sebagai soko guru bangsa ini justru kerap gigit jari ketika Lebaran tiba.
Di saat para pekerja swasta, PNS dan pejabat pemerintahan menghadapi Lebaran dengan senyum lebar karena adanya THR, para petani justru sedang harap-harap cemas. Harapan mereka menjelang Lebaran sebenarnya tidak muluk-muluk, melainkan hanya satu yakni harga panen yang stabil.