Impian M@cver (baca: Ma'per) duduk di kursi gubernur menjadi kenyataan. Bukan sekadar duduk-duduk seperti dilakukan petugas kebersihan setelah merapikan ruangan pejabat terhormat itu. M@cver memang terpilih sebagai gubernur provinsi ini. Mayoritas rakyat provinsi ini terpukau pada visi, misi, dan program kerja yang dipaparkan M@cver pada acara kampanye menjelang acara pemilihan gubernur. Rupanya nurani rakyat provinsi ini sudah mulai dialiri selera seni yang tinggi, tidak sekadar mengutamakan kepentingan politik kelompok dan stabilitas kantong pribadi.
Hari-hari pertama sebagai gubernur, digunakan M@cver untuk mempelajari arsip-arsip di kantor itu. Persis seperti yang dilakukan Max Havelaar ketika baru diangkat sebagai asisten residen Lebak residensi Banten pada tahun 1856. Seperti halnya Max Havelaar, M@cver bertekad melakukan pembersihan karat-karat birokrasi. Bagi dia, bersih itu indah. Dia tak peduli pada pengalaman pahit Max Havelaar, dipecat Gubernur Jenderal Duymaer van Twist karena tindakannya itu dianggap bertentangan dengan kelaziman di lingkungan birokrasi. M@cver merasa tak gentar karena sekarang dia sendiri yang menjadi gubernur, kendati bukan jenderal, sebagai penguasa tertinggi di provinsi ini. Menurut dia, perubahan radikal hanya dapat terwujud apabila dimulai oleh pemimpin tertinggi di suatu wilayah.
Pengalaman menarik bagi M@cver pada pekan pertama sebagai gubernur, dia banyak sekali kedatangan tamu. Mereka berasal dari berbagai kalangan. Ada birokrat, seniman, pengusaha, tokoh pemuda, pimpinan LSM, dan sebagainya.
Dari unsur birokrat, M@cver menerima laporan bahwa sektor strategis tertentu perlu mendapat perhatian lebih serius kalau ingin segera melihat kemajuan. Orang yang menanganinya harus profesional, kreatif dan inovatif. Birokrat tersebut memperkenalkan dirinya sebagai seorang yang berasal satu kampung dengan M@cver. Kemudian dia menyarankan sektor-sektor strategis itu agar diurus oleh orang-orang yang jelas asal-usulnya, termasuk daerah kelahirannya. M@cver hanya menebar senyum.
Wakil seniman menyampaikan rasa syukurnya karena seniman telah dipercaya memimpin provinsi ini. Mereka optimis, dengan kekayaan imajinasi, kreativitas, dan idealisme, provinsi ini segera menjadi negeri yang indah seperti taman firdaus. Di ujung pembicaraan mereka menyodorkan map berisi proposal pergelaran seni.
"Eksistensi provinsi kita ini perlu diperkenalkan melalui pergelaran seni. Dengan begitu dunia luar tahu bahwa kita memiliki kekayaan seni dan budaya yang tinggi dan berlimpah," jelas wakil rombongan seniman.
M@cver melirik angka yang tertera pada rencana biaya. Luar biasa! Kembali M@cver menebar senyum. Para seniman merasa lega.
Berikutnya, ketua organisasi pemuda yang merasa sebagai pendukung kuat pencalonan M@cver, mengucapkan selamat dan merasa ikut berbahagia atas terpilihnya M@cver sebagai gubernur.
"Dalam sejarah bangsa kita, pemuda selalu muncul sebagai pelopor perubahan," kata ketua organisasi pemuda itu setengah menggurui. "Oleh karena itu eksistensi mereka jangan diabaikan."
Secara panjang lebar pemuda itu membentangkan kisah sejarah pergerakan pemuda sejak Budi Utomo tahun 1908, Sumpah Pemuda 1928, Penculikan Rengas Dengklok 1945, Orde Baru 1966, Malari 1974, sampai Gerakan Reformasi 1998.
M@cver manggut-manggut. Sesekali dia melirik arlojinya. Dia sadar waktu Zuhur sudah hampir usai. Tetapi M@cver berusaha melayani tamunya dengan baik dan tanpa pandang bulu. Menurut dia, gubernur itu adalah pelayan rakyat. Jadi dia harus menghormati majikan-majikannya itu dengan pelayanan prima. Kehilangan waktu Zuhur saat ini masih bisa dijamak pada waktu Ashar nanti, pikirnya. Walaupun dia tahu, ini bukanlah keputusan yang bijak.