Lihat ke Halaman Asli

Stepbrother (Part 4)

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Baca dulu stepbrother (part 1), stepbrother (part 2), stepbrother (part 3)..

Hari ini aku mengurung diri di rumah. Menghabiskan sepanjang hariku dengan belajar mengingat sisa minggu tenang sebelum menghadapi ujian akhir semester6 sudah hampir berakhir.

Aku tidak berangkat ke kantor seperti biasanya sebagai bentuk protesku pada mama. Kekanakan memang. Dan sepertinya mama tidak memperdulikannya. Mami menelepon lagi dan aku bilang kalau aku akan bolos kerja beberapa hari. Mami sempat protes. Katanya kalau aku tidak masuk, dia tidak punya teman makan siang di kantor. Tapi aku bilang saja kalau Akira bisa menemaninya. Respons Mami terdengar ceria saat aku mengatakannya. Dia bilang dia tidak keberatan. Ckckck. Dasar Mami !

Aku sudah hampir mati bosan di kamar. Belajar sudah membuatku bosan setengah mati. Aku melempar buku design-ku ke meja belajar yang besar. Aku mendapatkan ide. Jam baru menunjukkan pukul 9 malam. Akira biasanya pulang jam 10 malam karena dari kantor dia langsung menuju kampusnya. Tempat kulaih kami memang berbeda. Tapi kami sama-sama mengambil jurusan design grafis. Setidaknya itu yang ku tahu dari mama. Mungkin sekarang dia sedang mengikuti ujian akhir semester. Karena kampusku memang selalu mempunyai jadwal yang berbeda dengan kampus yang lain.

Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar sebelah. Membuka pintu dengan hati-hati. Ternyata memang benar. Kamarnya tidak dikunci.

Kini kamar ini sudah tidak mirip dengan kamar lagi. Semua barang berantakan dan tidak pada tempatnya. Buku-buku design bertebaran di sekitar tempat tidurnya yang besar. Kini aku baru tahu kalau Akira ternyata suka belajar design. Aku melihat layar komputer yang masih menyala. Menggerakkan kursor-nya. Sebuah design cover novel yang menarik terpampang di layar monitor LCD miliknya. Aku melongo menatapnya. Design-nya memang menarik. Terkesan natural. Aku tidak mengira. Pantas saja penulis lebih memilih untuk menggunakan design Akira. Aku mulai mengasihani diriku sendiri.

Aku terlalu fokus memperhatikan design-design yang dibuat oleh Akira sehingga tidak menyadari seseorang sudah berdiri persis di belakangku. Dan aku menarik nafas tertahan saat menyadarinya. Celaka!

Belum sadar dari kekagetanku, tiba-tiba lampu di kamarnya mati.

“Arghhhhh... Nyalakan lampunya!” Jeritnya dengan histeris. Aku bukan kaget dengan lampu yang mati. Tapi lebih kepada suaranya yang menggelegar. Dan permintaannya itu seolah-olah menuduhku yang mematikan lampu kamarnya itu.

Tapi yang benar saja, beberapa detik kemudian lampu kamar kembali menyala. Kini aku bisa melihat wajahnya yang pucat seperti mayat sedang duduk terdiam di tempat tidurnya dalam keadaan shock.

“Sedang apa kau dikamarku?” bentaknya setelah pulih dari shock-nya. Raut wajahnya masih belum kembali normal. Suaranya bergetar.

“Aku hanya melihat-lihat.” Kataku enteng. “Aku permisi.” Kataku santai sambil melenggang pergi.

Akira tidak memberikan respons atas ucapanku barusan. Sepanjang sisa malamku, aku berdebat dengan diriku sendiri kenapa seorang Akira bisa takut dengan gelap. Walaupun dia lebih unggul dariku dari segalanya, tapi setidaknya aku tidak takut dengan gelap. Yes.

***

Aku bangun kesiangan. Aku tidak peduli karena hari ini aku bolos kerja lagi. Mama juga hanya mengatakan kalau aku sudah baikan boleh kembali ke kantor kapan saja. Tentu saja sebelum ada yang menggeser posisiku. Aku menghabiskan sepanjang waktuku berkeliling dengan mobil kesayanganku. Tidak punya tujuan. Ahkirnya aku mampir ke sebuah toko buku yang letaknya tidak jauh dari rumah.

Toko buku di sore hari itu tidak begitu ramai. Aku menuju ke rak bagian design. Tentu saja. Menurutku tidak ada yang lebih menarik daripada design. Aku sangat menyukainya. Setelah memutuskan untuk membeli satu buku, aku melenggang ke bagian novel yang kini tengah populer di kalangan anak muda. Berbagai buku terpajang rapi di rak buku itu. Sebagian besar dari design cover-nya merupakan design-ku sendiri.

Mataku menatap liar di barisan itu. Terhenti ketika melihat sebuah design indah yang sudah kulihat sebelumnya. Tepatnya semalam. Di layar monitor Akira. Yeahh. Aku langsung minder menatap hasil design-ku.

“Suka?” Suara yang tidak asing itu kini mulai terbiasa mengangetkanku. Aku mengenali suaranya dengan baik. Kini dia hanya berjarak setengah meter dariku berpijak. Aku harus mendongak menatapnya karena dia terlalu tinggi. Aku hanya sebahunya. Aku baru menyadari kalau wajahnya sebenarnya cukup tampan. Rambutnya yang hitam juga dipotong gaya ala anak muda zaman sekarang. Pas. Matanya yang bulat juga tengah meneliti wajahku. Tanpa ekspresi tentunya.

“Biasa saja.” Dustaku. Padahal aku memang menyukai design-nya.

Dia tertawa kecil. Tapi bukan tertawa yang kuharapkan. Tertawanya seperti ejekan. “Kau tidak perlu bolos kerja hanya karena hasil design-mu kalah dengan hasil design-ku. Kalau kau mau, kau boleh mengakui hasil design-ku itu sebagai hasil design-mu.” Ujarnya sombong. Tapi setidaknya lebih baik karena dia tidak mencaci makiku.

Aku tergelak mendengar ucapannya. Aku bolos kerja bukan karena design. Tapi aku malas melihat wajahnya. “Kau jangan sombong. Dan jangan sok tahu. Kau memangnya tahu apa tentangku?”

Okay. Aku memang tidak tahu apa-apa tentangmu. Tapi setidaknya kalimatku barusan ada benarnya juga kan?”

“Terserah kau saja. Aku tidak punya cukup energi untuk berbicara denganmu.”

Lagi-lagi dia tersenyum terpaksa dan mengangkat bahunya. “Kau pikir aku mau berbicara denganmu? Yang benar saja! Dan satu lagi. Aku tidak pernah menyentuh labtopmu nona Seyra!” Katanya lalu melenggang pergi. Aku masih terdiam mencerna apa yang baru saja kami bicarakan. Dan kali ini adalah pembicaraan terpanjang yang pernah kami lakukan.

***

Setibanya di rumah, aku langsung menyalakan komputerku. Tadi Rico mengirimiku sms. Katanya dia memintaku untuk mengaktifkan YM pukul 9 malam. Sekarang sudah pukul 9 lewat. Beberapa detik kemudian, YM-ku sudah aktif. Di list teman yang online, terlihat Rico yang ternyata sudah mengaktifkan YM-nya terlebih dahulu.

Sedetik kemudian, sebuah kotak chat muncul di layar monitorku.

Rico Osawa : Malam Seyra

Seyra Izhikawa : Malam juga Rico. Apa kabar?

Rico Osawa : Baik-baik saja. How about u?

Seyra Izhikawa : Hmm.. Seperti yang kau tahu.

Rico Osawa : Kenapa lagi dengan saudaramu?

Seyra Izhikawa : Saudara? Sejak kapan aku bersaudara dengannya?

Rico Osawa : Ok. Sorry. Aku ralat deh. Kenapa dia?

Seyra Izhikawa : Ya pokoknya menyebalkan. Kau tau? Kemarin dia memutar lambat jam dinding kamarku. Sampai di kantor, labtopku rusak. Kalau soal labtop, sebenarnya aku tidak yakin dia yang melakukannya. Tapi kenapa bisa kebetulan. Labtopku sebelumnya belum pernah bermasalah. Design juga. Writer sekarang lebih menyukai design-nya. Dia itu mengacaukan segala-galanya. :’(

Rico Osawa : Hahahaha.. Kalian lucu yah. Aku jadi iri. :p

Seyra Izhikawa : What??? Lucu apanya sih? Huaa :’(

Rico Osawa : Ya lucu saja. Hehe

Seyra Izhikawa : Ricoooooo!!!!!

Rico Osawa : Yaaa. Apa teman?

Seyra Izhikawa : T___T

Rico Osawa : Hahaha.. Iya maaf maaf. Sudahlah. Jangan dipikirkan. Tidak mungkinkan dia selamanya akan seperti itu. Cuek saja. Tunjukkan kalau kau tidak terperanguh. Nanti dia juga capek sendiri. Okai? :D

Seyra Izhikawa : Tapiiii.. Aku kesal. Huhh.. Aku benci Akira!!!!

Rico Osawa : Oh. Jadi namanya Akira?

Seyra Izhikawa : Iya. Kau kenal?

Rico Osawa : Entahlah. Aku mengenal seseorang yang bernama Akira. Dia juga tinggal di Jepang.

Seyra Izhikawa : Akira Oriza. Apa kau mengenalnya?

5 menit berlalu. Tidak ada jawaban. Aku berpikir mungkin saja Rico ketiduran. Atau sedang ke kamar mandi. Ke dapur. Atau semacamnya. 10 menit berlalu. Aku masih menunggu. Dan akhirnya kuputuskan untuk bertanya sebelum kesabaranku habis.

Seyra Izhikawa : Rico? Apa kau masih di sana?

Rico Osawa : Maaf. Tadi ada yang menelepon.

Seyra Izhikawa : Oh. Aku kira kau ketiduran. Kau kan paling sering ketiduran kalau sedang chat. Huh..

Rico Osawa : Maaf. Hari ini aku tidak akan ketiduran. Janji. :)

Seyra Izhikawa : Bener ya. Awas saja kalau kau ketiduran! Ngomong-ngomong kau belum menjawab pertanyaanku.

Rico Osawa : Ampun deh! Galak amat sih! Oh. Yang tadi ya. Tidak. Aku tidak mengenalnya. Yang namanya Akira tentunya banyak kan. Eh. Kau kapan ke Belanda? Aku ingin bertemu denganmu. Kau pasti lebih cantik dari foto. :)

Seyra Izhikawa : Haha. Aku memang galak :D Hmm. Belum ada rencana. Kalau aku dan mamaku ke sana, kau pasti orang pertama yang kuberi tahu. Aku juga penasaran dengan dirimu. Fotomu buram. Tidak jelas. Kenapa tidak di ganti saja?

Rico Osawa : Kalau aku ganti, aku takut kau tidak mau lagi mengobrol denganku. Aku ini jelek. :(

Seyra Izhikawa : Jangan bercanda Rico. Walaupun ternyata kau lebih jelek dari yang kubayangkan, setidaknya kan kau itu baik. :p

Rico Osawa : Jadi kau benar-benar membayangkan kalau aku ini jelek ya? -.-“

Seyra Izhikawa : Kau sendiri yang mengakui kalau dirimu jelek. :p

Rico Osawa : zzzzz

Seyra Izhikawa : Haha. Aku hanya bercanda ((:

Rico Osawa : Dasar! Nanti kalau ketemu, hal pertama yang akan kulakukan menyubit pipimu. Lucu. :)

Seyra Izhikawa : Aku nge-fly nih. Hehe

Rico Osawa : Kau pasti sedang tersenyum lebar kan di sana. Hayo ngaku?

Seyra Izhikawa : Sok tahu!

Rico Osawa : Biarin! Tapi benar kan. Kau saja yang tidak mau mengaku. Haha. Eh. Sudah malam. Sebaiknya kau tidur saja.

Seyra Izhikawa : Bilang saja kalau kau sudah ngantuk :(

Rico Osawa : Kok tahu ? hehe

Seyra Izhikawa : Jangan lupa. Kita udah mengobrol sejak 1 tahun yang lalu. Walaupun tidak pernah bertemu, tapi aku mengenal betul sifatmu itu.

Rico Osawa : Perhatian sekali :p

Seyra Izhikawa : Terserah kau saja. Ya sudah. Aku juga mau tidur. Selamat malam. Thank you waktunya. *orang sibuk :’(

Rico Osawa : Mau gimana lagi. Kalau sempat pasti aku menghubungimu. Thank You juga Seyra. Semangat kerja dan kuliahnya. Selamat malam. Bye :)

Seyra Izhikawa : Bye :)

Setelah mematikan komputer, aku berbaring santai sambil menyelami kejadian 1 tahun lalu di mana aku mengenal Rico. Rico adalah seorang penulis. Bukunya sudah dua kali diterbitkan oleh penerbit ternama di Belanda. Saat itu, kami sama-sama bergabung di sebuah forum fiksi di dunia maya. Selain menyukai design, aku juga suka menulis. Aku yang kala itu adalah seorang newbie memposting cerpen di forum tersebut. Orang yang pertama kali memberikan komentar adalah Rico. Rico berhasil membuatku tertawa dengan komentarnya yang lucu. Kami saling beradu argumen. Positif negatif. Itu adalah hal yang biasa. Di lain waktu, kami kembali saling beradu argumen ketika dia memposting opini tentang politik dan hukum. Sejak saat itu, kami berteman di forum itu. Saling berbagi. Bercerita. Dan akhirnya berlanjut sampai sekarang. Aku mengenalnya sebagai pribadi yang menarik. Dia lebih muda dariku. Tapi pemikirannya lebih dewasa dibanding aku. Kami sangat dekat. Lebih dekat dibandingkan aku dengan Mami. Atau Mama. Bahkan siapapun di dunia ini.Walaupun kami tidak pernah bertemu, tapi aku meyakini satu hal. Suatu hari nanti, kami pasti akan bertemu. Entah di mana ataupun kapan. Aku tidak tahu. Tunggu saja.

***

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline