Lihat ke Halaman Asli

Surpi Aryadharma

Dosen, Peneliti, Penulis Buku, Dharmapracaraka

Veda dan Peradaban Hindu di Nusantara

Diperbarui: 5 Juli 2020   06:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis Memuja Durgamahesasuramardhini di Candi Prambanan (dokpri)

Apakah Veda Mengganggu Adat dan Tradisi Lokal ?

Tradisi membaca Veda serta mendengarkan wejangan guru-guru suci sesungguhnya merupakan tradisi yang sangat tua di nusantara. Jejak-jejak tradisi tersebut sangat banyak ditemukan. 

Namun ketika peradaban Hindu berganti dengan ajaran Islam lengkap dengan upaya arabisasi, selama ratusan tahun, akhirnya perlahan-lahan peradaban Hindu semakin menipis dan banyak tradisi yang hilang.

Tradisi membaca Veda dalam rekam sejarah sesungguhnya sudah sangat populer sejak jaman Sri Darmawangsa Teguh di Kerajaan Kediri 918 Saka (916 M).  Prof. Titib dalam karya monumentalnya mengungkapkan pada masa silam, kitab Ramayana dan Mahabharata telah lama diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa Kuno (Mangjawaken Valmikimata dan Vyasamata).

Demikian pula kitab Purana, namun sayang hanya satu purana berbahasa Jawa Kuno yakni Brahmanda Purana yang masih diwarisi. Kitab Ramayana telah disusun pada abad ke VIII-IX di Jawa Tengah, pada jaman Dinasti Sanjaya, dan Mahabharata pada jaman Darmawangsa Teguh di Jawa Timur dan tradisi penyusunan karya sastra terus berlangsung hingga jaman Majapahit.

Sementara itu di Bali, tradisi membaca Veda diduga berusia jauh lebih tua yakni dalam tradisi Watukaru, sebuah peradaban Veda kuno di pulau Dewata yang catatannya menunjukkan tradisi Veda berkembang dengan subur pada abad V Saka (641 Masehi).

Bahkan dalam tradisi Watukaru diyakini, para leluhur Bali sangat fasih dalam menguncarkan mantra-mantra Veda, memiliki tradisi membaca yang hebat serta pemahaman yang matang, ratusan tahun sebelum tahun masehi. Namun seiring dengan perjalanan sejarah di Bali, tradisi membaca Veda menjadi semakin terasing ditengah budaya masyarakat yang terus bergeser.

Karena kampanye politis terkait dengan kekuasaan di Indonesia (kebijakan luar negeri dalam konflik India-Pakistan, Indonesia memihak pada Pakistan karena alasan agama dan politik), kampanye anti-Veda dan anti India atau sentimen anti-India nyaris sukses membuat masyarakat Hindu jauh dari pengetahuan mulia ini.

Hindu nusantara yang berbeda dengan Hindu India, bahkan stigma Veda tidak diperlukan diam-diam telah dimasukkan ke dalam pemahaman masyarakat dengan tujuan utama memperlemah Hindu dari dalam sekaligus ada missi politik agama.

Namun demikian, Hindu memang memiliki kekuatan misterius yang tidak dapat dihancurkan walau dengan kampanye yang intensif yang didesain secara cerdas oleh rezim tertentu. Putra-putri Dharma akhirnya bangkit dan bersedia menanggung beban penghinaan demi terbangunnya kembali peradaban Hindu yang kokoh, dimana Veda tegak sebagai lampu menara memberikan jalan terang.

Disadari akhirnya bahwa mempelajari Veda, justru memperkuat keyakinan seseorang dari dalam diri, layaknya kekuatan dan energi di kalangan komunitas Hindu. Belajar Veda sesungguhnya tidak menganggu ritual sebagaimana kampanye anti India yang telah dilancarkan selama puluhan tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline