Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir tidak ada angka yang pasti, berapa jumlah usaha ultra mikro baik di Nusa Tenggara Barat maupun di nasional yang telah berkembang menjadi usaha kecil dan menenengah.
Kelemahan yang dihadapi oleh usaha ultra mikro dalam meningkatkan kemampuan usahanya memang sangat komplek dan saling berkaitan.
Beberapa kelemahan yang umum dijumpai pada pengembangan usaha ultra mikro diantaranya ; keterbatasan modal baik jumlah maupun sumbernya, kurangnya kemampuan manajerial dan keterampilan dalam mengorganisir sumberdaya dan pemasaran produk, perizinan, serta persaingan kurang sehat.
Sebagian pengusaha ultra mikro yang belum memiliki akses perbankan memperoleh modal usaha dari simpanan pribadi, pinjaman saudara, atau pinjaman dari lembaga pinjaman tidak resmi.
Sedangkan sebagian yang lain telah memperoleh pendanaan melalui lembaga non bank yang menyalurkan kredit ultra mikro (UMi), namun karena keterbatasan pilihan, mereka masih harus membayar bunga yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pengusaha mikro dan kecil dan menengah yang memiliki akses perbankan dan mendapat permodalan dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bunganya disubsidi oleh pemerintah. B
elum ada pemisahan pengelolan keuangan dalam usaha ultra mikro, pemilik usaha sekaligus pengelola usaha.
Pengeluaran keuangan untuk keperluan pribadi dari pemilik usaha ultra mikro dapat berakibat terganggunya operasional usaha, karena belum ada kemampuan manajerial dari usaha ultra mikro untuk memisahkan pengelolaan usahanya dari keperluan pribadi pemiliknya. Meskipun usaha usaha ultra mikro adalah usaha rintisan (startup), namun produk yang ditawarkan sebagian besar sudah ada di pasaran.
Oleh karena itu kelemahan paling utama usaha ultra mikro adalah ketidakmampuannya dalam menghadapi persaingan yang kurang sehat dan desakan ekonomi sehingga mengakibatkan ruang lingkup usaha menjadi sempit dan terbatas.
Dalam banyak kasus jenis usaha yang diambil oleh pengusaha mikro telah ada usaha sejenis yang telah eksis dan lebih efisien sehingga mampu menawarkan produk sejenis lebih murah.
Tidak mudah bagi usaha rintisan untuk masuk dalam pasar produk yang sudah eksis sebelumnya, sehingga ada istilah usaha mikro dan ultra mikro masih tidak jauh dari produk " Batik, Kripik, Akik (pakaian, makanan, kerajinan)".
Realitas bahwa hambatan bagi pengusaha mikro untuk naik kelas tidak terbatas pada persoalan permodalan saja telah diidentifikasi oleh pemerintah.