Lihat ke Halaman Asli

Siti SurohHolisoh

Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Ngking Guru

Diperbarui: 24 Agustus 2023   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di Luar kelas semua orang memanggilnya Ngking. Seorang pak tua yang selalu mempertahankan profesi gurunya serta tak pernah bosan menebar kebaikan. Orang-orang, tua-muda, kaya-miskin senang mengobrol dengannya. Ngkig selalu memiliki solusi untuk setiap persoalan yang ditemuinya. Namun tidak untuk persoalan hidupnya sendiri. Itu menurut kami.

Sejak usia 20an Ngking mengabdikan hidupnya di dunia pendidikan sebagai seorang guru honorer di salah satu SMA swasta di kampung kami. Ngking begitu mencintai pekerjaannya itu. Tentu bukan karena gaji besar yang diterima, apalagi julukan 'pahlawan tanpa tanda jasa' yang sering kali bertengger di bait puisi milik para pujangga.

"berapa gaji guru sekarang?" tanya pemilik warung kopi sebrang sekolah yang telah lama memperhatikan Ngking

"lumayan. Dengan gaji itu aku bisa mencicil sepetak rumah sebagai tempat berteduh anak isteri. Aku mencicilnya sejak 2 tahun lalu.  Jika tidak ada keajaiban, perkiraan bisa lunas setelah 15 tahun kemudian." jawaban ngking sambil menyeruput segelas kopi panas.

"sebenarnya kalau kau mencari pekerjaan lain, aku yakin itu sangat mudah. aku lihat kau pria yang cerdas jujur pula." Kata pemilik warung itu.

"sering aku pikirkan, tapi hasilnya tetap sama. Tidak ada yang lebih menarik dari menjadi guru." Timpal Ngking

"tapi dunia ini keras, kadang kita harus berani menelan hal-hal yang tidak kita sukai. Lihat saja obat-obatan. Mereka pahit, tapi itulah yang membuat kita sembuh" pemilik warung kopi mencoba mengajak diskusi. "aku hanya tidak ingin kau menghabiskan waktumu dengan hal-hal yang tidak begitu menguntungkan. Maksudku, guru adalah pekerjaan mulia. Tapi uang, semua selalu mendambanya. Dan dengan uang kau bisa membuat perubahan lebih banyak. Dengan uang juga kau bisa membantu mereka yang putus sekolah karena kurang biaya"

"ya kau tidak salah. Namun dibanding obat yang pahit, aku lebih memilih obat yang manis. Aku hanya ingin benekuni apa yang aku senangi, dengan begitu aku bisa mengerjakannya dengan maksimal. Pernyataanmu tentang uang juga benar, tapi menurutku semua punya jalannya masing-masing. Dan inilah jalanku." Tak terdengar sedikitpun keraguan dari jawaban Ngking.

Biasanya tukang warung itu kehabisan kata-kata ketika berdiskusi dengan Ngking. Dan akhirnya terpaksa juga ia yang mengalah. Saya sendiri menahan tawa menyaksikan obrolan para orang tua itu.

Umumnya kegiatan mengajar hanya ada di ruang kelas. Namun itu tidak pernah berlaku untuk Ngking. Kemanapun kakinya melangkah, ia selalu berhasil menemukan tempat untuk dijadikan kelas. Misal berdiskusi dengan pemilik warung, tukang parkir, sopir angkot, menasehati anak-anak lampu merah, dan bahkan ia tak pernah rela membiarkan para preman lolos dari nasehatnya. Tentu cara mengajar yang digunakannya beragam. Ngking cukup pandai untuk mengenali psikologi orang yang ia ajak bicara. Dengan itulah ia menyesuaikan diri, sehingga orang-orang bisa dengan mudah mengobrol dan menerima setiap nasihatnya.

Meskipun demikian, manusia tetaplah manusia. Bukan sekali dua kali Ngking bertemu dengan orang yang kepala dan hatinya lebih keras dari batu. orang yang selalu merasa bahwa dialah yang paling benar, walau pun tahu salah dia tak pernah sudi untuk dinasehati. Orang semacam itu akan sangat mudah untuk terpancing emosi dan bahkan tak segan untuk melakukan kekerasan. Tapi sialnya rasa kapok seperti telah terhapus dari diri Ngking. Ia tetap saja menemui orang-orang seperti itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline