Pekanbaru_12/Juni/2024
Kota Dumai merupakan satu diantara daerah otonom yang berkembang dengan baik di Provinsi Riau. Sumber daya alam yang menjadi keunggulan Kota Dumai adalah bidang pertanian, perkebunan, perikanan, hidrokarbon dan mineral.
Keanekaragaman sumber daya alam ini telah menjadikan Kota Dumai sebagai daerah industri dan perdagangan. Kedua sektor ekonomi ini telah menjadi tumpuan pembangunan daerah ini sejak lama. Beberapa tahun terakhir, Pemerintah Kota Dumai juga telah mulai mengembangkan bidang pariwisata.
Ekowisata mangrove merupakan satu bentuk pembangunan wisata di Kota Dumai yang menjanjikan untuk dikembangkan dengan potensi keanekaragaman mangrove dan sumber daya alam yang ada.
Lembaga Swadaya Masyarakat Pencinta Alam Bahari (LSM PAB) Dumai telah mulai merintis tempat ekowisata mangrove Bandar Bakau Dumai.
Tempat ekowisata mangrove Bandar Bakau Dumai telah mulai berbenah menuju menjadi lebih baik dalam menarik pengunjung untuk datang berwisata. Untuk itu, pembangunan ekowisata mangrove Bandar Bakau Dumai memerlukan perhatian serius.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut.
Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob.
Keberadaan Mangrove Dumai tidak sekadar tentang keindahan visual semata. Ini adalah habitat bagi beragam spesies unik, termasuk berbagai jenis burung migran, kepiting, dan ikan-ikan kecil yang hidup di antara akar-akar bakau.
Keberadaan hutan mangrove ini tidak hanya memengaruhi kehidupan satwa, tetapi juga memegang peran penting dalam menjaga ekosistem laut. Akar-akar mangrove berfungsi sebagai penjaga pantai alami, meredam gelombang pasang yang bisa merusak wilayah pesisir.
Sayangnya, seperti banyak hutan bakau di seluruh dunia, hutan Mangrove Dumai juga menghadapi ancaman berbagai aktivitas manusia yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove, di antaranya adalah perambahan hutan mangrove secara besar-besaran untuk pembuatan arang, kayu bakar, dan bahan bangunan, serta penguasaan lahan oleh masyarakat, pembukaan lahan untuk pertambakan ikan dan garam, pemukiman, pertanian, pertambangan, dan perindustrian.