Lihat ke Halaman Asli

Berkah Diperkosa

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_123460" align="alignright" width="200" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Tulisan "Berzina itu dosa, di Perkosa itu Berkah" oleh meysha lestari, memberi saya keberanian untuk mengungkapkan tragedi yang saya alami 16 thn lalu. Semalaman saya berpikir, menimbang dan memutuskan untuk membuka pengalaman ini kepada dunia. Saya di perkosa oleh  suami tetangga. Seorang Insinyur Pertanian. Saya mengenal istrinya. Dia wanita yang cantik dan ramah. Meski saya tidak pernah bertegur sapa dan hanya sebatas melempar senyum saja, tapi saya tahu dia wanita yang baik. Ibu saya selalu memujinya. Perkosaan itu terjadi pada hari minggu pagi tanggal 30 April 1995 jam sebelum jam 11 pagi. Dari hasil perbuatan itu saya hamil. Ayah saya seorang Imam masjid. Ibu saya seorang guru. Ayah sangat marah dan mencap saya sebagai perempuan tidak benar. Hanya ibu yang selalu melindungi saya dan memohon agar bayi itu di biarkan lahir. Agar saya tidak melalukan dosa lanjutan menjadi pembunuh. Kedua orang tua saya tidak tahu kalau saya hamil akibat di perkosa. Mereka berdua menduga saya yang bergaul terlewat batas. Saya tidak mau mengatakannya krn tidak ingin ada tragedi lagi. Saya takut di paksa menikah dengan suami tetangga itu. Saya tidak menyukainya. Anak saya laki2. Ibu saya yang merawat dan membesarkannya. Dia memanggil saya bibi, meski dia tahu saya ibunya. Dulu dia bilang dia malu memanggil saya ibu, krn saya masih muda. Saya tidak lulus sekolah. Hanya sampai klas 3 sma saja. Saya menjadi TKW sejak usia 18 tahun. mula2 ke Singapura, lalu Arab saudi dan sekarang bekerja di Malaysia. Anak saya tidak tahu siapa ayahnya. Keluarga saya pun sudah melupakan kejadian itu dan tidak pernah bertanya lagi. Hanya bapak saya yang berpesan, sebelum meninggal agar saya memberitahu anak saya siapa ayahnya. Suami tetangga itu sangat baik pada anak saya. Ibu saya bilang, dia sangat perhatian pada anak saya dan selalu memberinya uang. Dia sudah menjadi pegawai tinggi pemerintah sekarang. Tahun lalu saya pulang ke Indonesia selama sebulan. Anak saya sangat baik, pandai dan alim. Melihatnya besar dan dewasa membuat saya bersyukur karena membiarkannya terlahir. Pengorbanan saya dulu waktu sedang hamil seperti sudah terbalaskan. Dulu semua orang memandang saya dengan jijik. Tetangga2 selalu berbisik dan bergunjing sehingga keluarga saya terpaksa mengucilkan diri demi menahan malu. Sekarang semua sudah berlalu. Saya sudah hampir terlupakan kisah itu jika saja tidak terbaca tulisan meysha. Memang susah menerima musibah sebagai berkah. Memerlukan waktu yang panjang untuk mengakuinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline