BLUZZ, demikian biasa dirinya di sapa orang. Saya pun memanggilnya demikian. Entah apa arti nama itu, saya tak pernah mencoba bertanya. Ia pribadi yang santuy. Hidup yang dijalaninya seolah tak memiliki beban. Setiap masalah yang menerjang, di hadapinya dengan sikap santai.
Hari-hari yang dilaluinya seolah semuanya biasa-biasa saja. Walaupun menjadi staf di salah satu sekolah kejuruan di selatan kabupaten dan membuka pengetikan sebagai tambahan penghasilan, tak membuatnya kelihatan sibuk. Pekerjaan tidak harus membuatnya mengernyitkan dahi, lalu menumpahkan amarah ke langit.
Hidupnya tidak juga serupa kapas, yang diterbangkan angin ke segala arah. Dia juga bukan laki-laki yang tidak punya prinsip. Bluzz memang begitu. Walaupun ombak menerjang. Badai menghempas. Petir menyambar. Gunung api menumpahkan lahar. Bahkan bidadari merayu lambai. Dirinya tidak gampang goyah dan berubah.
Cibiran orang. Cacian pembenci. Hinaan semesta yang datang silih berganti. Dilaluinya dengan santai dan kepala tegak. Baginya hidup serupa air laut yang ada pasang dan surutnya. Karena ada waktu dimana dirinya di puji setinggi langit. Mengawang di awan-awan, lalu mengangkasa ke udara. Mengukur langit. Ada pula saatnya dihinakan. Semesta berpaling, kemudian menghujam decak jantung yang normal.
Hal yang menonjol dari keseharian seorang Bluzz adalah sering menyambangi pantai di kala lembayung senja menyapa. Di tepi pantai, dirinya bisa melantai sembari melepas pandang di ruang samudra yang tak bertepi. Sembari menyeruput kopi hitam dan mengisap rokok kretek, dirinya bisa membuang lelah yang kadang menghujam.
Baginya pantai adalah tempat favoritnya bersantai. Tidak harus banyak orang. Atau ada yang datang menemani. Ia kadang sendiri dan bahkan lebih nyaman menyendiri. Di pantai, ia bisa menyaksikan lembayung senja yang manja, pasir putih serupa tepung, hempasan angin laut yang mendamaikan dan bisa menitipkan pesan kala mega-mega menyambut malam.
Ketika ditemui saat sedang menyeruput kopi hitam di pantai Situs Nangasia, ia berkisah tentang dirinya yang sering bertandang ke pantai yang tak seberapa jauh dari rumahnya ini. Baginya, pantai Situs Nangasia merupakan destinasi wisata pantai yang memang sangat mempesona.
"Pantai Situs penuh dengan keindahan pasir putih, deburan ombak yang begitu dinikmati karena keindahan senja itu membuat mata dan hati tenang untuk menikmatinya" Ucapnya mengagumi, Selasa, 31 Agustus 2021, pukul 17:00 WITA
Terlihat dirinya menyeruput kopi hitam yang tersaji di atas meja. Saya pun tanpa izin memotretnya diam-diam. Walaupun setelah itu, saya memperlihatkan hasilnya kepadanya. Ia hanya mengangguk tanda setuju. Ketika saya mengatakan akan dimasukan menjadi sampul tulisan di media Kompasiana. Wajahnya terlihat sumringah. Seperti sapuan lembayung senja di sore ini. Cerah merekah.
Selain sebagai staf di sekolah, Bluzz juga memiliki hobi menjadi seorang fotografer. Karya-karyanya di bidang fotografer membuat banyak pihak menaruh hormat padanya, termasuk saya. Dalam beberapa kesempatan, saya selalu melihatnya menenteng camera besar di pundaknya. Setiap melihat hasil jebretannya, saya hanya memendam kagum. Namun kali ini saya memotretnya walau hanya dengan menggunakan camera handphone.
Berharap kelak bersemai kisah dalam senja yang selalu setia menemani. Karena hari ini. Di sini, hanya mampu menaruh harap kepada pemilik semesta agar semua mewujud menjadi nyata.
Salahkah saya menaruh harap kepada pemilik semesta? Kalau tidak, ternyata kita sama-sama ciptaan ilahi yang selalu bersandar pada kuasanya.