Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

Tahukah Engkau, Langit yang Kau Tatap, Ada Rindu yang Kutitip

Diperbarui: 11 Oktober 2020   13:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Dinda Puspita, 


KITA pernah bersama dan pernah pula menikmati temaram senja di langit sore. Karena suatu alasan, terpaksa sementara kita menjauh. Menjauh bukan karena pernah beradu kata. Bukan pula karena rasa bosan mendera. Dan tidak pernah ada sumpah serapah di antara kita.

Hari-hari bersama, kita banyak mengukir cerita berdua. Kita selalu tak perduli kabar angin yang selalu mengganggu kebersamaan kita. Kita abai terhadap semua itu.

Cinta telah menyatukan kita. Penyatuan tidak lantas kita harus selalu bersama seperti dulu. Tidak selamanya engkau bersandar di bahu. Mendekap erat, dengan menikmati aroma semerbak di tubuh mu. Engkau memeluk erat seakan khawatir kehilangan ku. Dunia seolah milik berdua, dan yang lain hanya datang kontrak sementara saja.

Semesta menjadi saksi. Buih di lautan menjadi penyaksi kala kita berdua menikmati deburan ombak di pantai. Kita tidak punya definisi yang jelas tentang cinta. Karena hubungan kita memang tidak bisa didefinisikan dengan kalimat apa pun. Semuanya berjalan alami. Tanpa pernak pernik duniawi yang menjadi alasan kenapa kita harus bertemu dan bermadu kasih.

Hubungan kita memang baru seumur pekan. Tapi hari-hari bersama adalah kenangan yang terindah untuk di kenang kembali. Cinta kita memang tidak seindah Romoe and Juliet. Juga belum seawet Habibie Ainun. Tapi tidak pula sepilu kisa cinta Siti Nurbaya.

Kita sama-sama merasakan, bahwa cinta kita tidak berbanding dengan kisah asrama yang lain. Kisah ini kita menyulam bersama-sama. Ketika benangnya putus, kita pun saling membahu agar benang tetap mampu merangkai menjadi pakaian yang utuh. Kita berselimutkan keyakinan, bahwa kerikil kehidupan akan bisa kita lalui bersama.

Kita ingat, bahwa badai pernah datang menerpa. Kita pernah pula dihantam gelombang gunjingan pihak bermulut panjang. Dan kita sadar hubungan kita menjadi bahan olokan orang di gardu-gardu kampung.

Tapi kita pun tahu, bahwa semua itu telah kita lalui bersama-sama. Kini, kita memang sedang menjauh karena jarak. Tapi cinta kita masih bersemi. Semerbak bunga pagi menyambut mentari.

Ingat, langit yang engkau tatap ada rindu yang ku titip. Wajah mu masih menghiasi setiap kenangan itu menyeruak kala malam mulai gelap. Tidurku nampaknya tak akan  pernah nyenyak sebelum wajahmu hadir dalam bayang-bayang langit kamar.

Engkau kan tahu, aku tidak mudah mengatakan kata cinta kepadamu. Tapi pembuktian ku menepikan narasi pujangga kala melelahkan hati seseorang. Aku menyadari perempuan butuh kepastian, dibanding gombalan sampah lelaki budak nafsu.

Di sini aku sedang merindukanmu. Ku berharap engkau merasakan hal yang sama. Jika waktu mengizinkan, tak lama lagi kita akan bersua kembali dan melanjutkan impian berdua menjalani hari. Kita kembali bisa menikmati mega-mega di langit sore teluk Cempi yang menawan, dengan hempasannya yang menyisakan buih-buih di lautan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline