SETELAH sekian lama merebaknya Covid-19, dan memberikan pukulan telak bagi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak terkecuali lembaga pendidikan. Di Nusa Tenggara Barat hampir semua sekolah dihentikan proses belajar mengajar tatap muka, dan digantikan dengan belajar dari rumah. Pilihan ini diambil bukan tanpa alasan, sebab jika dipaksakan maka akan berdampak buruk bagi warga sekolah.
Begitu juga yang dialami oleh Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Mataram (SMAN 6 Mataram). Sekolah yang berlokasi di lingkungan Slagalas kota Mataram ini, juga mengikuti intruksi pemerintah dengan menerapkan belajar mengajar dari rumah bagi siswanya. Tentu bisa dimaklumi, bahwa belajar dari rumah tentu bukan hal yang mudah di jalani oleh siswa maupun guru.
Ada banyak keluhan menyeruak di permukaan, baik datang dari guru, terlebih siswa dan orang tua wali murid. Namun demikian, proses belajar tetap berjalan sebagaimana mestinya sembari menunggu intruksi dari pengambil kebijakan. Dan akhirnya, kebijakan itu muncul di bulan September untuk sekolah-sekolah yang merasa sudah siap menerapkan belajar tatap muka, walaupun pada dasarnya adalah simulasi.
SMAN 6 Mataram salah satu sekolah yang menyanggupi untuk menerapkan belajar tatap muka ini. Dengan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 yang dibentuknya, serta komitmen dari semua warga sekolah untuk bahu membahu menerapkan protokol kesehatan selama proses pembelajaran berlangsung.
Setelah sebelumnya, sekolah di perbolehkan untuk melaksanakan simulasi setelah diberikan instrumen terlebih dahulu dari dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi untuk mengetahui kesiapan sekolah dalam melaksanakan simulasi.
Masing-masing sekolah yang menyanggupi belajar mengajar tatap muka ini diberikan kesempatan selama sepekan. Tepat pada Sinen, 28 September 2020, Smansix sebutan lain dari SMAN 6 Mataram mengawali proses belajar mengajar tatap muka.
Tapi dalam penerapannya, siswa ditentukan secara bergelombang, dengan bentuk duduk secara acak di ruang kelas. Sebagai bentuk komitmen sekolah untuk mencegah penyebaran Covid-19, yakni dengan menerapkan protokol kesehatan yang begitu ketat.
Siswa (i) sebelum datang ke sekolah saja, sudah diinformasikan untuk mengenakan masker. Bahkan dari Satgas Covid-19, sudah memberikan informasi jauh-jauh hari kepada seluruh siswa.
Sesuai protokol kesehatan, siswa yang masuk di pintu gerbang sekolah, langsung di arahkan oleh guru-guru piket untuk mencuci tangan di tempat yang telah di sediakan.
Kemudian, siswa di arahkan lagi untuk melewati tim yang akan mengecek suhu tubuh siswa sebelum benar-benar masuk ke kelasnya masing-masing.
Bahkan beberapa guru memberikan contoh kepada beberapa siswa bagaimana mencuci tangan yang baik. Lalu beberapa guru juga memberikan masker kepada siswa, sembari mengingatkan untuk tetap menjaga jaga jarak satu dengan yang lain.
Bahkan untuk menghindari kerumunan siswa. Satgas Covid-19 membedakan jalur untuk siswa (i) yang dari kelas ilmu pengetahuan sosial (IPS) dengan ilmu pengetahuan alam (IPS) dan bahasa.
Bagi siswa IPS di arahkan untuk memarkir kendaraanya di bagian barat sekolah sebelum mengikuti prosedur Covid-19. Sedangkan bagi siswa (i) IPA, diarahkan ke bagian selatan sekolah dan langsung akan disambut oleh beberapa guru piket untuk mengarahkannya untuk mencuci tangan dan pengecekkan suhu tubuh.
Kerja sama yang baik dari semua elemen warga Smansix ini tidak hanya pada saat kedatangan siswa (i) ke sekolah saja. Tapi juga pada saat siswa i) mengikuti materi guru pelajaran di ruang kelas.