Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

Rasa dan Aroma Kopi Rinjani Pengikat Persaudaraan

Diperbarui: 8 Agustus 2020   00:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. #Raden't $uccess Forever#

BELUM satu pekan saya berada di desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara Nusa Tenggara Barat. Ada hal yang menarik saya jumpai dan saya rasakan selama tinggal di desa yang berada di kaki gunung Rinjani ini. Setiap menyambangi rumah warga, saya selalu disuguhkan dengan segelas kopi hitam. Gratis pula. Enaknya.

Saya sebenarnya bukan pecinta kopi kelas berat. Saya tidak punya riwayat pagi-pagi harus minum kopi seperti orang-orang tua di kampung yang harus menyeruput kopi setelah terang tanah. Bagiku, minum kopi bukanlah suatu keharusan. Kalau ada syukur, tidak ada pun bukan masalah. Apa lagi mencari masalah pada orang yang banyak masalah.
 

Dokpri

Dokpri

Dokpri. Kopi yang sudah dibersihkan 

Jika dulu dimasa kuliah, minum kopi ketika pada saat santai di kampus, atau pada saat mengikuti rapat organisasi. Itu pun satu gelas bisa dinikmati bersama-sama dengan yang lain. Dan kopi yang diminum, biasanya hanya kopi bungkusan.

Setelah berada di kampung, hanya orang tuaku yang terbiasa minum kopi. Pagi sebelum beraktifitas, orang tuaku sering ku lihat menyeruput kopi hitam hasil olahannya sendiri. Bahkan ketika beranjak ke sawah atau mengambil kayu bakar di gunung, bapak selalu membawa satu botol kopi ukuran 600 ml. Dan ketika itu, saya tidak pernah ikutan-ikutan minum. Saya khawatir ketagihan, dan persediaan kopi di rumah bisa cepat habis.

Dokpri

Dokpri

Dokpri

Kini saya berada di kaki gunung Rinjani, dimana sebagian masyarakatnya memiliki kebun kopi. Pohon kopi tumbuh lebat di kebun milik warga yang tak jauh dari rumah adat. Bahkan sempat ku perhatikan buahnya sudah banyak yang kemerah-merahan, yang menandakan siap untuk di panen. Di kaki gunung Rinjani, pohon kopi memang tidak sendiri, ada banyak tumbuhan lain yang tumbuh subur di kebun-kebun warga. Ada pohon manggis, cengkeh, alpukat, dan pisang.

Namun demikian, kedatangan saya kebetulan bertepatan dengan di panennya kopi oleh beberapa warga. Bahkan ketika saya jalan-jalan di sekitar rumah adat desa Senaru, terlihat beberapa warga sedang menjemur biji kopi di pekarangannya. Bahkan saya pun berkesempatan ikut menemani salah seorang warga memetik kopi di kebunnya. Saya merasakan kepuasaan tersendiri, pada saat memetik buah kopi di pohonnya. Karena ini pertama kali saya lakukan.

Dokpri. Proses Merosting

Dokpri

Dokpri

Kemudian yang menarik beberapa rumah warga yang ku sambangi selalu menyuguhkan kopi. Nampaknya akan tidak afdol suatu pertemuan jika tidak ditemani dengan adanya kopi. Kopi mengambil peran penting dalam suatu pertemuan. Saya tidak pernah menolak ketika disuguhi kopi. Saya meminumnya tanpa pertimbangan. Walaupun bukan ahli rasa, saya merasakan perbedaan rasa setiap kopi yang ku seruput.

Memang saya menyadari bahwa setiap menikmati kopi di beberapa rumah yang saya kunjungi memiliki aroma dan rasa yang beragam. Namun lewat kesempatan berbincang dengan beberapa orang yang kutemui, bahwa rasa kopi sangat ditentukan oleh jenis dan cara memprosesnya. Ternyata setiap jenis kopi memiliki rasa yang tak sama. Seperti penjelasan salah seorang warga yang bernama Nursaat. Nursaat memiliki tiga jenis kopi di kebun miliknya, di antaranya kopi arabika, robusta dan plung. Dari ketiga kopi itu, menurutnya kopi arabika yang paling di minati dan dicari oleh pecinta kopi.

Dokpri

Dokpri

Dokpri

Dokpri

Nursaat bukan hanya memiliki kebun kopi. Tetapi juga berpengalaman memproses kopi hingga sampai bisa diseruput. Suatu pagi, saya mendengarkan penjelasannya tentang bagaimana memproses agar kopi enak di lidah. Menggugah selera, dan ketagihan untuk kembali menyeruputnya. Penjelasannya merunut mulai dari proses panen hingga kopi siap untuk dinikmati.

Dokpri

Dokpri

Dokpri

Saya terkagum-kagum dengan penjelasannya. Sehingga saya tidak heran, setiap hari selalu saja ada orang yang datang ke rumahnya, baik datang membeli hingga berdiskusi tentang kopi. Bahkan  selama menetap di rumahnya, saya selalu di sediakan segelas kopi setiap pagi. Bahkan lewat kopi dia bisa mengenal banyak orang. Membangun silaturahmi, dan mengikat persaudaraan. Kopinya pun tidak hanya membuming dalam negeri, tetapi telah mampu menggugah rasa masyarakat luar negeri.

Dari Nursaat, saya belajar memahami tentang kopi yang tidak hanya melulu mengenai rasa, aroma,  brand, label dan keuntungan finansial. Tapi kopi lebih dari itu, yakni menjadi medium silaturahmi dan memperbanyak relasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline