Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

Mengenang Kala Mencari Kerang di Teluk Cempi Nan Indah

Diperbarui: 24 Juli 2020   18:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Dinda di Tepi Pantai, 


TAK afdol rasanya kalau pulang  kampung, jika tak mengunjungi pantai terdekat. Kalau dulu semasih duduk di bangku sekolah dasar, aku sering diajak oleh orang tua bersama warga lain untuk mengambil kerang di pantai ketika air laut surut.  Sebelum adzan ashar berkumandan di mesjid terdekat, kami sudah menyusuri jalan setapak di belakang kampung.

Waktu itu belum ada warga yang memiliki motor. Hanya dokar, itu pun beberapa warga yang punya. Hampir semua urusan  yang bisa dijangkau, pilihannya dengan berjalan kaki, termasuk mengambil kerang di laut.

Selain jalan setapak, kami juga melewati sungai dan pematang sawah. Sepanjang perjalanan, kami juga biasanya mencari jamur dibeberapa gundukan sawah warga, jika musim hujan tiba. Dengan menenteng ember kecil, isinya tidak hanya kerang, tapi juga daun kelor, kangkung dan beberapa jenis daun lainnya yang bisa di masak. Itu yang kami bawa pulang, ketika sekembali dari mengambil kerang di laut.

Ketika itu, kami harus menghabiskan kurang lebih 1 jam perjalanan  baru sampai di pantai. Sesampainya di bibir pantai, kami pun menyebar untuk mencari kerang dengan mengangkat bebatuan. Tua, muda, anak-anak,  semua penuh semangat mencari kerang untuk di masak. 

Pada saat mencari kerang, kehati-hatian merupakan hal yang diutamakan. Karena biasanya bebatuan terkadang licin, bahkan  ada pula yang sudah dihinggapi dengan kerang yang berbentuk tajam. 

Terkadang setiap datang mengambil kerang, ada saja warga yang terkena goresan kerang, sehingga membuat bagian kakinya berdarah. Tapi kami menganggapnya itu hal yang lumrah, jika ada yang tergores karena kerang, tinggal mengobatinya dengan dedaunan tertentu, yang ada dipinggiran pantai.

Dok. Dinda

Sebelum mentari kembali ke paraduannya, kadang kami belum mau memutuskan untuk pulang. Apa lagi air lautnya surut cukup jauh dari bibir pantai, sehingga kami punya banyak peluang untuk mendapatkan kerang-kerang yang besar. Salah satu kerang yang cukup diminati oleh warga adalah kerang tahu. 

Selain kerang, bahkan pernah ada warga yang menangkap belut laut, yang sedang menyelip di celah bebatuan. Untuk menangkapnya, warga yang datang diminta untuk memegang batu, yang nantinya dilemparkan ke belut agar cepat mati.

Sebab, jika tidak begitu, dia akan lari secepat kilat, dan sulit untuk ditangkap. Dengan memanfaatkan tubuhnya yang licin, belut laut sangat cepat menyelip di antara bebatuan untuk meloloskan  diri.

Nampaknya tradisi itu sudah tidak diwariskan lagi ke generasi hari ini. Mungkin karena seiring berlalunya waktu, semua ikut berubah. Begitu juga dengan kebiasaan-kebiasan lama yang sudah tenggelam dengan berlalunya waktu. 

Benar kata orang bijak, setiap masa ada generasinya dan setiap generasi ada masanya. Ketika mengunjungi laut, merasakan desiran angin, deburan ombak memecah karang, berpijak di atas pasir, kembali akan mengingatkan masa-masa dimana kenangan itu menyeruak dipermukaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline