Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

"Puru Timbu", Merawat Tradisi Menggugah Selera Masyarakat Bima, Dompu

Diperbarui: 25 Mei 2020   05:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Puru Timbu

NASI lemang dalam masyarakat Bima-Dompu lebih dikenal dengan sebutan timbu. Timbu sendiri merupakan kuliner tradisional yang masih ditemukan di pasar-pasar di Kabupaten Bima-Dompu hingga kini.

Dalam menyambut Idul Fitri tahun 2020 ini, pihak keluarga dan beberapa tetangga sepakat dan memutuskan untuk melakukan puru timbu (memasak nasi Lemang). Dengan masing-masing menyiapkan bahan-bahan seperti; kelapa, beras ketan, bambu, daun pisang, dan garam. Maka proses Puru Timbu, bisa dilakukan dengan melibatkan beberapa orang.

Untuk prosesnya sendiri nampaknya tidak terlalu ribet. Hanya saja dibutuhkan keuletan serta pembiasaan agar cita rasanya lebih terasa di lidah. 

Hal pertama ialah beras ketan direndam terlebih dahulu sekitar 3 jam, kemudian kelapa diparut dan diperas untuk menghasilkan santan. Semakin kental santannya, semakin bagus, karena akan sangat berpengaruh pada Timbu yang dimasak.

Dokpri

Dokpri

Kemudian selanjutnya beras ketan ditiriskan dengan menggunakan wadah tertentu. Setelah itu beras ketan di masukan dalam lubang bambu yang sudah dipotong-potong sesuai ukuran dan sudah dibersihkan sebelumnya. Di dalam lubang bambu dilapisi dengan daun pisang, agar menambah cita rasa masakan.

Setelah beras ketan dimasukan, maka dituangkan santan yang disesuaikan ukuran bambu dan di ujung bambu ditaburi dengan ampas kelapa. Langkah berikutnya bambu tersebut di masak dengan cara sedikit dimiringkan yang bersandar pada batang kayu panjang yang sudah dipasang di atas bara api.

Pada saat memasak membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam lamanya. Selain itu, dibutuhkan kesabaran untuk menunggu timbu untuk bisa dihidangkan dan dinikmati.

Dokpri

Pada prosespuru timbu, kita bisa belajar tentang nilai kesabaran, karena selama pembakaran, mata akan terasa peri karena terkena asap. Juga akan merasakan kepanasan karena harus mengatur kayu yang terbakar agar tidak salah arah.

Kemudian sesekali batang bambu yang terbakar, harus segera dioleskan dengan kain yang sudah dibasahi dengan air. Dan ini dialami berjam-jam lamanya sampai timbu benar-benar masak.

Tradisi Puru Timbu telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Dan ini bisa ditemukan dalam acara-acara di kampung, baik perayaan pernikahan, sunatan, bahkan pada acara keluarga.

Timbu sendiri menjadi salah satu kuliner yang disukai oleh para pencinta kuliner Bima-Dompu. Bahkan kini telah menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat tertentu yang menjualnya di pasar-pasar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline