DESA Daha, merupakan sebuah desa yang berada 20 kilo meter di selatan Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Desa Daha merupakan sebuah desa yang sarat dengan nilai historis, di sini ada banyak warisan leluhur yang masih dapat dijumpai hingga kini, misalnya tanah Ncuhi (tanah petua kampung).
Desa Daha di apit oleh dua gunung dan di lewati beberapa aliran sungai, baik yang melintas di samping perkampungan, maupun yang membelah perumahan warga desa.
Desa ini sudah melewati berbagai masa, baik pada masa Ncuhi (zaman purbakala), kolonialisme Belanda, Japan, masa kemerdekaan, hingga masa reformasi. Secara umur, Desa Daha sudah tidak muda lagi, ia sudah melintasi semua masa, mengeyamnya dengan sungguh-sungguh, dan sudah makan asam garam beragam peristiwa.
Walaupun wajahnya sudah berumur, tidak lantas ia kelihatan tua. Ia tetap bersolek, berdandan, dan masih kelihatan segar bugar, dan dalam hal penampilan ia tidak kalah bersaing dengan desa tetangga yang masih seumur jagung.
Ketika desa lain belum mampu membangun kantor desa dengan dua lantai, desa Daha sudah mampu mewujudkannya. Warganya begitu dinamis, sekarang mereka yang tinggal dan menetap bukan hanya warga keturunan, tapi mereka yang awalnya berjualan, lalu melihat potensi dan memutuskan untuk menjadi bagian warga desa. Mereka berasal dari Bima, Sumbawa bahkan ada pula yang berasal dari Lombok dan Jawa. Ada yang datang lewat dunia perdagangan, ada pula karena pernikahan dan kemudian memutuskan untuk menetap hingga kini.
Jangan pernah bertanya bagaimana solidaritas masyarakatnya, jika acara sunatan, pernikahan, bahkan turnamen bola di desa tetangga, warga desa Daha akan tumpah ruah di jalan untuk menyaksikan klub kesebelasan kampungnya. Mereka akan memberikan dukungan penuh, dan tidak kalah seru layaknya liga Inggris yang ada di layar kaca.
Di desa ini saya mengenal banyak nama, mereka tokoh-tokoh pemuda dan tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian penuh terhadap pembangunan desa, baik dari sisi infrastruktur desa, maupun keseriusan menjaga warisan leluhur masa silam. Mereka punya integritas yang tidak patut untuk diragukan lagi, mereka bekerja bersungguh-sungguh tanpa pernah menunggu ucapan terimakasih dari warga desa.
Namun demikian, beberapa tahun belakangan ini, kebutuhan akan air bersih bagi warga desa mengalami kekurangan. Hal ini disinyalir karena pembukaan ladang yang dilakukan oleh warga desa di gunung-gunung di belakang desa, sehingga berdampak pada debit air yang mengalir ke warga desa yang kadang tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan desa Daha, selama ini di kenal dengan desa yang menjadi sumber mata air bagi desa tetangga. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi semua element desa untuk mencari solusi bijak, untuk melerai persoalan yang ada.
Dulu, ketika saya menimba ilmu di Madrasyah Ibtidyah desa Daha, parit-parit yang melintas di perkampungan tak pernah kering dan selalu di lewati oleh air dari pegunungan, walaupun di musim kemarau sekali pun. Bahkan tidak jarang saya menemukan anak-anak kecil di pagi hari, mandi sambil loncat-loncat kegirangan sebelum berangkat ke sekolah. Tapi, sekarang situasinya telah berubah, barangkali bertambahnya jumlah penduduk bertambah pula masalah yang mengiringinya.
Desa Daha sudah banyak perubahan, perumahan warga sudah merayap ke persawahan, baik dari sisi timur, selatan bahkan di barat sudah bertetangga dengan perumahan warga di perbatasan desa. Sudah ada beberapa sekolah di bangun di desa ini, salah satunya adalah sekolah menengah kejuruan negeri 1 Hu'u, yang merupakan sekolah kejuruan negeri pertama di kecamatan. Sehingga yang ingin melanjutkan studi, tidak perlu lagi harus jauh-jauh menimba ilmu di sekolah lain. Mereka cukup dengan jalan kaki, untuk bisa sampai di sekolah, dan tidak perlu menghabiskan ongkos transportasi karena jaraknya sangat dekat dengan perkampungan.