Lihat ke Halaman Asli

Suradin

Penulis Dompu Selatan

Wadu Ntanda Rahi dalam Lipatan Sejarah

Diperbarui: 22 Maret 2020   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

JIKA diartikan secara harfiah Wadu Ntanda Rahi bisa diartikan Batu Memandang Suami. Batu ini tidak hanya ada di Dompu tapi ada juga di Bima. 

Wadu Ntanda Rahi merupakan simbol dari kisah seorang istri yang memandang suaminya yang akan berangkat merantau ke pulau seberang.

Jika dilihat fisiknya, baik di Dompu maupun yang ada di Bima, batu ini memang agak beda dengan batu sekitarnya. Ia menjulang tinggi, seakan sedang memandang sekitar. Hanya saja bedanya, di Dompu batu ini ada di pesisir pantai Desa Hu'u. Sedangkan yang di Bima ada di atas Gunung. 

Kisah tentang Wadu Ntanda Rahi, diceritakan turun temurun setiap generasi. Karena ini merupakan cerita rakyat yang sarat akan makna. 

Dulu waktu zaman anak-anak, ibu saya selalu cerita tentang kisah-kisah yang hidup di tengah masyarakat. Mulai dari cerita tentang Ncuhi, Fifakafirli, sampai cerita tentang Wadu Ntanda Rahi sendiri. 

Dahulu, ada keluarga kecil yang tinggal di pesisir pantai. Seorang suami berprofesi sebagai nelayan, kadang ia berangkat melaut jika waktu senja menyapa, lalu mendorong perahunya sampai kebibir pantai. 

Ia semalaman ada laut, menjaring ikan, membawanya pulang ketika sudah terang tanah. Istrinya ditinggal bersama dengan putra semata wayannya. Mereka dibiarkan menunggu. Menanti. Lalu bersua di keesokan harinya. 

Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

Namun, suatu ketika sang suami kembali melaut. Kali ini, sang istri sambil memegang tangan anaknya mengantar sang suami sampai ke tepi pantai. Ada kesedihan mendalam yang di rasakan oleh sang istri, karena saking sering ditinggalkan. Ada kepedihan yang terpendam, yang terasa sulit untuk diutarakan. 

Hatinya hancur, karena kali ini sang suami nampaknya akan pergi dalam waktu yang tak sebentar, dan tak ada kepastian untuk kembali. Karena, ketika sang suami pergi, ada rindu yang mendekap dalam kalbu, tidak ada lagi hangatnya pelukan kala malam meninggi, dan tak ada pertengkaran-pertengkaran kecil yang berujung kebahagian. 

Kali ini, sang istri mengiringi suaminya pergi, berdiri di bibir pantai sambil melihat sang suami mendayung perahu, membelah ombak, semakin jauh, dan benar-benar hilang dari pandangan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline