Lihat ke Halaman Asli

Teliti Sebelum Membeli

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adagium kuno caveat venditor menyiratkan ‘hendaknya penjual berhati-hati’. Prinsip inimengandung maksud bahwa ‘penjual’ harus beritikad baik dan bertanggungjawab dalam menjual produknya kepada pembeli atau konsumen. Berbeda dengan prinsip caveat emptor yang ‘meminta’ pembeli teliti (berhati-hati) sebelum membeli (karena penjual mungkin curang), prinsip caveat venditor ini membebankan tanggungjawab kehati-hatian pada penjual (produsen). Artinya, penjual harus bertanggungjawab dengan produk yang dijualnya. Maka penjual wajib beritikad baik memberikan perlindungan dan pendidikan pada konsumen, salah satunya melalui informasi produk yang jujur.

Tanggungjawab Produsen

Bagaimanapun dalam bertransaksi produsen atau penjual lebih mengenali produk yang dijualnya dibandingkan calon konsumen atau pembeli. Mereka mengenali kelebihan dan kelemahan produknya dengan baik dan mengatur strategi sedemikian rupa untuk menonjolkan kelebihan dan menutupi kelemahan barang atau jasa yang dijualnya. Konsumen, yang tidak banyak tahu tentang produk yang ditawarkan, bisa terjebak pada pilihan yang sesat.Maka, kita mengenal pedoman bijak “teliti sebelum membeli”, karena ada kemungkinan penjual tidak jujur dan tidak adil dalam bertransaksi. Ini menjadi penting karena ketika ternyata kemudian barang yang dibeli cacat atau tidak seperti yang dijanjikan, konsumen akan kesulitan meminta ganti rugi. Penjual akan meminta konsumen membuktikan bahwa kerusakan itu bukan disebabkan oleh kesalahan konsumen agar konsumen bisa mendapatkan ganti rugi. Namun, setelah berlakunya UU No. 8 tahun 1999, khususnya pasal 22, maka yang berlaku adalah pembuktian terbalik. Ketika konsumen menagih ganti rugi pada penjual atas suatu produk yang cacat atau rusak, maka penjuallah yang harus membuktikan bahwa produk yang dijualnya tidak cacat produksi. Jadi perusahaanlah yang harus berinisiatif membuktikan sah tidaknya klaim konsumen atas ganti rugi.

Wujud Tanggung Jawab

Tanggungjawab penjual adalah memenuhi hak-hak konsumen, diantaranya hak atas keselamatan, mendapatkan informasi, memilih, dan untuk didengar.Selain itu, menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 menyebutkan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan advokasi, mendapatkan pendidikan, tidak diperlakukan diskriminatif, mendapatkan ganti rugi.

Produk yang Baik

Tidaklah mudah menenetukan definisi produk yang baik. Namun secara umum bisa dikatakan bahwa produk (khususnya barang) yang baik adalah produk yang (a) Bisa diandalkan (berfungsi semestinya); (b) Umur pakai semestinya; (c) Bisa dipelihara dan diperbaiki; (d) Aman bagi kesehatan dan keselamatan; (e) Penjual memiliki pengetahuan yang cukup tentang kualitas produk, sedangkan konsumen sebaliknya.

Teori Biaya Sosial mengemukakan bahwa produsen yang baik adalah produsen yang selalu memperhitungkan risiko sosial bagi konsumen. Produsen perlu mengingatkan risiko pemakaian produk pada konsumen. Apabila terjadi biaya sosial akibat pemakaian produk itu maka produsen yang menanggungnya.

Memang ini berimplikasi biaya bagi perusahaan berupa (a) Kerugian ekonomis (biaya asuransi tinggi); (b) Konsumen mudah menuntut; (c) Produk semakin mahal, biaya tambahan; dan (d) Menafikan kesalahan konsumen.

Namun bila perusahaan melihat dari kacamata investasi, maka ‘biaya’ yang dikeluarkan untuk memelihara kepuasan konsumen itu pada gilirannya akan menjadikan sumber keuntungan (profit center) bak secara matematis maupun psikologis.

Secara matematis, jumlah pembelian akan meningkat melalui pembelian baru dan atau pembelian berulang. Secara psikologis, kepuasan konsumen akan menurunkan risiko keluhan. Tinggal paradigma seperti apa yang akan diusung penjual: meraup untung secepatnya (dengan risiko mengorbankan perlindungan konsumen) atau memupuk kepuasan konsumenuntuk kesetiaan pelanggan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline