Cerita ini saya tulis bukan bermaksud untuk menggurui para pelaku dunia pertanian hidroponik, khususnya yang berkaitan dengan pasar sayur hidroponik. Tapi lebih bertujuan untuk berbagi pengalaman bagaimana kami (saya dan petani hidroponik di Lawang) mulai belajar menanam hidroponik hingga bisa memasarkan sayur hasil panenan kami.
Dengan harapan cerita pengalaman seperti ini bisa menjadi bahan pertimbangan ketika akan memutuskan untuk menggeluti pertanian hidroponik sebagai pilihan usaha sampingan atau bahkan usaha utama. Agar tidak mudah tergiur dengan cerita sukses para pelaku hidroponik, tanpa mau tahu bagaimana mereka berjuang untuk meraih sukses tersebut.
Sebab usaha budidaya hidroponik itu memiliki tantangan dan kesulitan sendiri. Begitupun dengan pemasaran sayur hidroponik juga mempunyai tingkat kesulitan dan tantangan tersendiri.
Dulu...dulu sekali, sebelum wabah pandemi mengubah segalanya. Lebih tepatnya membuat pasar sayur mati suri. Kami para petani hidroponik di Lawang sudah bisa rutin menyuplai pasar sayur hidroponik di Lawang dan Malang.
Jualan sayur yang kami lakukan pun terbilang lancar. Secara bergantian kami para petani rumahan menjual sayur hasil panenan kami yang waktu panennya memang sudah ditentukan.
Sebagai pendatang baru di dunia sayur hidroponik, bisa menjual sayur 10-20 kg per minggu bagi kami sudah sangat menyenangkan sekali. Yang penting setiap minggu ada serapan pasar. Terlebih lagi harga sayurnya juga di atas harga sayur konvensional.
Cara kerja kami dalam berjualan sayur cukup sederhana. Kami sadar bahwa mencari pasar itu susah. Jadi perlu koordinasi bersama petani hidroponik lain untuk mencari solusi pemasaran sayur.
Kami para petani hidroponik berkumpul dan berdiskusi mencari cara agar bisa menemukan pasar sayur hidroponik. Pasar yang didapat nantinya diperuntukkan untuk jualan sayur secara bersama-sama.
Setelah sepakat dengan komitmen yang dibuat bersama. Langkah kedua adalah mendata jumlah titik tanam setiap petani. Maklum sebagai petani rumahan, kami hanya memiliki beberapa lobang tanam saja pada instalasi di depan rumah. Sebutan petani rumahan ini menyesuaikan dengan kondisi petani yang hanya bisa menanam sayur di rumah bukan di green house atau lahan luas.