Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Siswa Harus Naik Kelas Terus dalam Kurikulum Merdeka? Menilik Dampak Bagi Pendidikan

Diperbarui: 18 Oktober 2024   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengapa Siswa Harus Naik Terus dalam Kurikulum Merdeka? Menilik Dampak Bagi Pendidikan

Kurikulum Merdeka, yang mulai diterapkan di Indonesia, membawa berbagai perubahan signifikan dalam sistem pendidikan. Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan adalah konsep "siswa naik terus," yang menggarisbawahi pentingnya memastikan siswa naik kelas setiap tahunnya tanpa melalui hambatan yang signifikan seperti ujian nasional atau tes kenaikan kelas yang kaku. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong perkembangan holistik siswa dan menghindari stigma dari kegagalan akademis. Namun, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan: apakah langkah ini efektif untuk pendidikan atau justru menjadi tantangan baru?

1. Filosofi di Balik "Siswa Naik Terus"

Konsep "siswa naik terus" dalam Kurikulum Merdeka berangkat dari gagasan bahwa setiap siswa memiliki potensi dan kecepatan belajar yang berbeda. Tidak semua siswa berkembang pada laju yang sama, dan evaluasi tahunan yang ketat seringkali tidak memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk berkembang sesuai kapasitas individu mereka. Kurikulum Merdeka berusaha untuk mengubah paradigma tersebut dengan memberikan fokus lebih pada pembelajaran yang personal dan berkelanjutan.

Sistem ini bertujuan agar siswa tidak lagi dinilai hanya dari hasil ujian atau kemampuan akademik tertentu, melainkan juga dari aspek-aspek non-akademik seperti keterampilan sosial, emosional, dan kreativitas. Hal ini sejalan dengan prinsip pendidikan inklusif yang ingin memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang, terlepas dari latar belakang akademis atau sosial mereka.

2. Dampak Positif bagi Siswa

Kebijakan ini menawarkan sejumlah manfaat bagi siswa. Pertama, siswa dapat menghindari tekanan yang berlebihan dari sistem penilaian tradisional yang berbasis ujian. Dalam sistem lama, kegagalan dalam satu atau dua mata pelajaran bisa berujung pada pengulangan kelas, yang seringkali menimbulkan rasa malu dan penurunan kepercayaan diri. Dengan kebijakan ini, siswa diberi kesempatan untuk terus maju dan memperbaiki kelemahan mereka dalam suasana yang lebih mendukung.

Kedua, kebijakan "naik terus" memungkinkan siswa untuk fokus pada perkembangan jangka panjang dan mendalam. Ini membuka ruang bagi eksplorasi minat dan bakat siswa, yang mungkin tidak terlihat dalam evaluasi akademik konvensional. Proses pembelajaran menjadi lebih beragam dan tidak terfokus hanya pada penguasaan materi pelajaran.

3. Tantangan yang Muncul

Meski terlihat positif, kebijakan ini juga menimbulkan beberapa tantangan. Salah satunya adalah kekhawatiran bahwa siswa mungkin kurang termotivasi untuk mencapai standar akademis yang lebih tinggi karena tidak adanya ancaman kegagalan. Tanpa adanya ujian besar yang menentukan, beberapa pihak khawatir bahwa kualitas pendidikan bisa menurun dan siswa menjadi lebih santai dalam mengikuti pembelajaran.

Tantangan lain adalah bagaimana guru dapat memastikan bahwa setiap siswa benar-benar berkembang sesuai dengan potensi mereka. Dengan kebijakan ini, guru dituntut untuk lebih kreatif dan cermat dalam memantau perkembangan siswa. Mereka harus mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan dan merancang pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk setiap individu. Ini bisa menjadi beban tambahan bagi guru yang sudah memiliki tanggung jawab besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline