Setiap tahun, sekolah mengadakan rapat dengan orang tua (wali murid). Biasanya hal yang dibahas terkait keperluan untuk menunjang kegiatan siswa. Pada jenjang TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK, rapat selalu berlangsung dengan seru.
Setiap rapat selalu ada pro dan kontra. Program sekolah yang dipaparkan sering dimentahkan atau "dibantai" oleh sebagian kecil orang tua jika menyangkut anggaran. Maksudnya, anggaran yang dibebankan kepada setiap orang tua yang anaknya menuntut pendidikan di sekolah tersebut.
Seperti strata di masyarakat, ortu di sebuah sekolah terbagi atas tiga kelompok, yaitu ortu berduit, ortu menengah, dan ortu rata-rata. Ortu berduit (kelompok A) artinya orang tua yang tidak peduli berapa pun biaya yang diminta sekolah. Bahkan kelompok ini bersedia memberikan bantuan lebih demi kemajuan pendidikan anaknya.
Ortu menengah (kelompok B) adalah ortu yang sanggup membayar bantuan sesuai kesepakatan, tanpa protes. Berapa pun nilai rupiah yang disepakati bersama, langsung dibayar tunai. Kelompok ini tidak mau repot.
Kemudian, ortu rata-rata (kelompok C) adalah ortu yang selalu ingin mendapatkan keringanan dan siap "menawar" jika ada iuran yang harus dibayarkan (padahal sudah ada kesepakatan).
Sekolah yang sudah memiliki pengalaman dalam mengelola rapat pasti memiliki strategi khusus untuk membuat suasana rapat berjalan aman. Tidak banyak protes. Tidak banyak perdebatan.
Mendekati Ortu Vokal
Para guru di sekolah umumnya sudah memahami karakter ortu siswa. Apalagi saat ini sistem zonasi sudah diterapkan dengan baik. Artinya, anak-anak yang bersekolah adalah anak-anak yang bertempat tinggal di sekitar sekolah.
Para guru sudah mengenal satu demi satu ortu. Siapa ortu yang penurut, siapa ortu yang suka ngotot, siapa ortu yang suka berdebat, rata-rata sudah diketahui pihak sekolah.
Sebelum rapat resmi dimulai, para ortu yang ditengarai akan banyak "membantai" program sekolah, dikumpulkan lebih dahulu. Tentu saja, ada pengurus komite sekolah diajak serta.