Lihat ke Halaman Asli

Suprihadi SPd

Selalu ingin belajar banyak hal untuk dapat dijadikan tulisan yang bermanfaat.

Guru-Kepsek-Pengawas Sekolah

Diperbarui: 25 November 2022   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Guru-Kepsek-Pengawas Sekolah

Cita-cita menjadi guru berkaitan erat dengan "masa depan". Pola pikir waktu masih muda, berbeda dengan pola pikir ideal. Saat masih duduk di bangku SMA ada informasi bahwa ada program di perguruan tinggi, waktu itu bernama IKIP Yogyakarta (sekarang: UNY), bahwa mahasiswa cukup kuliah dua atau tiga tahun. Setelah lulus dapat mengantongi bukan hanya ijazah tetapi juga SK CPNS (Surat keputusan Calon Pegawai Negeri Sipil).

Siapa yang tidak tertarik dengan tawaran yang menggiurkan itu. Waktu itu ayah saya bekerja di sekolah sebagai tenaga nonguru berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Pola pikir saya sederhana waktu itu. Ayah PNS bekerja di sekolah. Saya pun bisa juga menjadi PNS melalui jalur Pendidikan di IKIP Yogyakarta yang dipromosikan oleh alumni SMA tempat saya menempuh pendidikan.

Proses pendaftaran saya ikuti. Waktu itu, tahun 1983. Singkat cerita saya diterima pada Program Diploma 3 Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Saya sudah memahami bahwa setelah kuliah selama tiga tahun, kami harus "ditempatkan" di luar Jawa. Hal itu memang sudah saya idam-idamkan, dapat bekerja di luar Jawa.

Waktu tiga tahun serasa begitu cepat. Usai diwisuda, kami harus menunggu proses penempatan di sekolah luar Jawa. Waktu itu kami diminta membuat pilihan: Kalimantan Timur atau Kalimantan Tengah. Setelah mencari berbagai informasi, akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke Kalimantan Timur (Kaltim). Pertimbangannya sangat sederhana: Kaltim dekat pelabuhan laut dan kebetulan ada saudara jauh yang sudah lebih dahulu menjadi guru di Kota Samarinda.

Apa alasan memilih lokasi yang dekat pelabuhan laut? Ya. Tentu saja. Pelabuhan laut pasti ada kapal. Salah satu transportasi ke Jawa menggunakan kapal laut. Jika nanti ditempatkan bekerja  di Kaltim, bisa pulang naik kapal laut saat libur sekolah. Berbeda dengan Kalimantan Tengah. Untuk ke Jawa harus melalui beberapa kali pindah sarana transportasi.

Satu setengah tahun setelah kami lulus, SK CPNS pun langsung kami terima. Nama sekolah sudah tercantum sebagai tempat tugas kami. Bukan hanya itu, ada uang saku sebanyak lima ratus ribu rupiah bisa diambil di bank menggunakan cek. Uang sebanyak itu (tahun 1987) sangat cukup untuk biaya hidup selam tiga bulan dan biaya transpor tentunya. Saat itu naik pesawat Garuda dari Surabaya ke Balikpapan sekitar seratus ribu rupiah! Bandingkan dengan biaya sekarang!

SMA tempat tugas kami waktu datang (1987) masih menjadi wilayah Kota Balikpapan. Nama kecamatannya Balikpapan Sebrang.

Guru-Kepala Sekolah

Tugas sebagai guru bahasa Indonesia di SMA Penajam saya jalani selama tujuh belas tahun (1987-2004). Banyak suka duka saya alami selama menjadi guru. Baru dua tahun bekerja, saya menikah (1989). Bertambahlah rasa bahagia dalam usia 25 (dua puluh lima) tahun sudah mempunyai pendamping. Kami berpacaran setelah menikah selama dua tahun. Mengapa? Putra pertama kami baru dilahirkan pada tahun 1991 di Klaten, Jawa Tengah. Itu berarti selama kurun waktu 1989-1991 kami berpacaran (saja).

Setelah ada momongan barulah kami menjadi ayah dan ibu. Dua tahun kemudian (1993) putra kedua dilahirkan di kelurahan Nenang, Kecamatan Penajam, Kabupaten Pasir. Kami baru berani menangggung sendiri untuk kelahiran putra kedua ini. Berbeda saat putra pertama akan dilahirkan. Kami belum berani "menangggung sendiri".  Dalam usia masih muda saat itu, kami tidak mau mengambil risiko jika terjadi apa-apa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline