Dalam EYD V (Ejaan Yang Disempurnakan) ada beberapa hal baru yang tidak ditemukan dalam PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Pedoman EYD V yang ditetapkan pada tanggal 16 Agustus 2022 itu memuat aturan atau ketentuan baru yang perlu dicermati.
Satu istilah yang dimunculkan (lagi) adalah monoftong. Dalam aturan ejaan sebelumnya, istilah monoftong tidak ditemukan. Pada bagian awal PUEBI, hal yang dibahas adalah (A) huruf abjad; (B) huruf vokal; (C) huruf konsonan; (D) huruf diftong; dan (E) gabungan huruf konsonan. Kemudian dalam aturan ejaan terbaru (EYD V) hal yang dibahas meliputi (A) huruf; (B) huruf vokal; (C) huruf konsonan; (D) gabungan huruf vokal: (1) monoftong, (2) diftong; (E) gabungan huruf konsonan.
Monoftong dalam bahasa Indonesia dilambangkan dengan gabungan huruf vokal eu yang dilafalkan []. Dalam penulisan dua huruf vokal dan melafalkannya menjadi satu bunyi []. Hal ini tampak sederhana tetapi perlu dipelajari lebih lanjut. Apalagi, contoh yang diberikan dalam EYD V hanya satu kata untuk setiap posisi, yaitu eurih(posisi awal kata), seudati (posisi tengah kata), dan sadeu (posisi akhir kata). Adakah kata-kata lain dalam bahasa Indonesia yang menggunakan gabungan huruf vokal seperti itu?
Dalam wilayah atau daerah tertentu di Indonesia, kata-kata yang menggunakan gabungan vokal eu memang ada, daerah Aceh misalnya. Bagaimana dengan daerah lain? Hal ini memang perlu ada kajian lebih mendalam. Satu pertanyaan lagi, apakah hanya gabungan huruf vokal eu yang dapat disebut monoftong?
Selanjutnya kita bahas monoftongisasi. Istilah monoftongisasi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dua bunyi vokal (vokal rangkap) menjadi vokal tunggal. Contoh yang sering dikemukakan di berbagai media adalah vokal rangkap ai menjadi [e], misalnya kata ramai sering diucapkan rame.
Ada hal menarik terkait monoftong dan monoftongisasi. Dalam contoh monoftong pada EYD V, dua vokal eu dilafalkan satu bunyi, yaitu [], masih ada satu vokal yang digunakan (dilafalkan). Hal itu berbeda dengan proses monoftongisasi. Dua vokal ai dilafalkan menjadi [e], benar-benar berubah pelafalannya karena tidak ada satu huruf vokal yang digunakan untuk dilafalkan.
Para pemerhati bahasa perlu lebih mencermati hal-hal baru seperti ini. Guru di sekolah harus menyampaikan kemunculan EYD V agar para peserta didik tidak tertinggal dengan informasi terbaru. Dengan adanya Kurikulum Merdeka diharapkan para guru dapat memilih materi atau konten pelajaran terkini.
Penajam Paser Utara, 27 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H