Lihat ke Halaman Asli

Suprianto Haseng

Pemuda Perbatasan, PAKSI Sertifikasi LSP KPK RI

Menjelang Pemilu, Money Politic adalah Keniscayaan

Diperbarui: 18 September 2022   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kotak Suara dalam pemilu. Sumber foto: mediaindonesia.com 

Meski persaingan politik 2024 masih panjang, aura panas sudah mulai terasa. Mesin politik partai mulai memanas. Lembaga survei telah menerbitkan banyak publikasi tentang kandidat terkuat. Pergerakan politik sejumlah partai juga sudah mulai terlihat, kandidat favorit mulai menampakkan wajahnya, serta pendukung setianya. 

Kita semua tahu bahwa pemilihan umum adalah arena perebutan kekuasaan politik. Dan politik sendiri erat kaitannya dengan uang dan jabatan. Maka tidak salah jika seseorang memaknai bahwa politik adalah sarana untuk mencapai puncak kekuasaan. Padahal, kekuasaan adalah sarana untuk kesejahteraan rakyat. Namun, dalam praktiknya tidak sepenuhnya demikian.

Banyak politisi yang terjerat ambisi dan kepentingan diri sendiri yang hanya mementingkan diri sendiri dan kerabatnya. Ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Banyak politisi tersandung kasus korupsi. Dan tidak sedikit dari para politisi tersebut merupakan pimpinan tertinggi dari partai politik itu sendiri. 

Dengan memegang kekuasaan, politisi secara langsung akan memiliki akses dan kewenangan untuk mengalokasikan sumber daya publik untuk kepentingan rakyat. Sumber daya publik meliputi anggaran pemerintah, kontrak dan konsesi kepada mitra pemerintah dan kebijakan pemerintah yang dapat menguntungkan kelompok usaha tertentu. Namun, sumber daya politik juga dapat disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri atau kelompok usaha tertentu. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa para politisi berlomba-lomba untuk mengikuti kontestasi politik dalam pemilihan umum.

Kita juga tahu bahwa uang terbesar adalah penerimaan pajak yang merupakan sumber utama APBN. Uang dari pembayaran pajak rakyat hanya dapat diakses melalui kebijakan publik. 

Pada titik ini adalah pertemuan kepentingan berbagai kelompok bisnis atau kepentingan bisnis politisi. Dengan menduduki jabatan publik, mereka memegang kekuasaan untuk mengalokasikan sumber daya publik yang besar untuk keuntungan pribadi.

Politik tidaklah kejam karena pada dasarnya politik ingin membawa perubahan menuju kebaikan. seperti menciptakan kesejahteraan bersama. Namun, untuk mencapainya, para politisi seringkali bertindak secara tertutup dan tidak transparan kepada publik. 

Misalnya, penutupan sumber pendanaan politik. Kerahasiaan ini cenderung menimbulkan kecurigaan banyak pendonor yang tidak ingin kepentingannya diketahui.

Padahal dengan berdonasi kepada partai dan kandidat, para donatur akan memiliki akses untuk mempengaruhi kebijakan publik. Kurangnya transparansi dana politik akan memungkinkan politisi untuk secara bebas mengalihkan sumber daya untuk kepentingan kelompok bisnis tertentu atau untuk kepentingan pribadi mereka. Khususnya di bidang usaha, peran negara sangat penting untuk menjamin kelangsungan usahanya.

Bukan rahasia lagi, biaya politik di Indonesia sangat mahal. Tentu saja, jika seorang politisi ingin mencalonkan diri melalui partai politik, ia membutuhkan banyak uang. Biaya minimal yang dibutuhkan seorang politisi untuk bersaing dalam kontes politik adalah 20-30 miliar. Biaya politik yang tinggi ini juga berkontribusi pada banyaknya kasus korupsi. Alexander Marwata, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan, mengatakan biaya politik di Indonesia sangat tinggi.

Pada saat yang sama, politisi juga membutuhkan uang dalam jumlah besar untuk memenangkan pemilu. Apalagi, ketika organisasi parpol tidak berjalan, beban kemenangan ada di tangan calon. Ini membutuhkan investasi yang besar. Pada akhirnya, politik uang juga tak terhindarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline