Lihat ke Halaman Asli

Suprianto Haseng

Pemuda Perbatasan, PAKSI Sertifikasi LSP KPK RI

Remisi bagi Koruptor, Masih Adakah Harapan Indonesia Bebas Korupsi?

Diperbarui: 7 September 2022   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Pemberian Remisi bagi Narapidana. Sumber Foto: https://banjarmasin.tribunnews.com/

Mata dan telinga ini seakan sudah lelah melihat dan mendengar kata korupsi yang hampir tiap hari menghiasi layar televisi  dan corong-corong berita  media online lainnya. Jika mata dan telinga ini bisa berbicara mungkin mereka sudah mengamuk melihat dan mendengar kasus-kasus korupsi yang menjerat para pejabat koruptor. 

Begitulah kenyataan yang ada. Indonesia bisa dikatakan darurat korupsi. Bagaimana tidak, menurut data Transparency International, Indonesia pada tahun 2021 memperoleh Indeks Persepsi Korupsi dengan skor nilai 38 dan berada di posisi 96 dari 180 negara.

Meskipun ada peningkatan 1 point dari tahun sebelumnya, itu tidak bermakna bahwa  pemberantasan korupsi di Indonesia memiliki kemajuan. Justru menurut saya, Indonesia mengalami kemunduran dalam hal pemberantasan korupsi. Lihat saja berapa banyak kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum seperti Kepolisian Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi. Aparat hukum ini seakan tak berdaya menangani kasus-kasus korupsi yang tak berkesudahan.

Bicara masalah korupsi, maka kita bicara masalah akan hajat hidup masyarakat banyak. Dengan banyaknya koruptor yang menggerogoti keuangan negara secara langsung memberikan dampak yang sangat signifikan kepada kelangsungan hidup masyarakat. Kemiskinan bagi masyarakat kelas bawah yang termarjinalkan secara langsung merasakan dampaknya.

Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin Indonesia pada Maret 2022 sejumlah 26,16 juta orang. Dengan banyaknya angka kemiskinan ini, tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa Koruptor adalah pengkhianat negara. Yang sudah seharusnya diberikan hukuman berat. Karena mereka secara langsung telah merenggut kesejahteraan rakyat dan merampas paksa hak-hak rakyat 

Namun fakta berbicara lain. Masih hangat dibicarakan publik terkait bebasnya narapidana kasus tipikor yang dinyatakan bebas bersyarat karena mendapatkan remisi dari pemerintah. Sebut saja satu diantaranya adalah  Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang dinyatakan bebas bersyarat bersama 23 narapidana koruptor lainnya. Sungguh merupakan kabar baik bagi para keluarga narapidana dan berita duka bagi para insan penggiat anti korupsi.

Para Koruptor ini justru mendapatkan perlakuan istimewa dengan diberikannya remisi atau dengan kata lain pengurangan masa menjalani pidana. Hal mengenai remisi diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan pasal 10 yang bunyinya adalah Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

Apakah remisi ini layak dan pantas diberikan kepada seorang pengkhianat negara ? 

Saya pribadi menyesalkan dan menolak pemberian remisi kepada koruptor. Karena dengan adanya pemberian remisi ini, secara langsung mencederai rasa keadilan rakyat dan tentunya tidak memberikan efek jera bagi koruptor. Justru akan melahirkan calon-calon koruptor baru nantinya. Karena mereka merasa hukuman yang diberikan tidaklah berat. Masyarakat juga tak akan pernah takut lagi dengan hukuman.

Dengan adanya pemberian remisi kepada koruptor justru saya pribadi menilai  pemerintah saat ini seakan-akan memperlihatkan dukungannya kepada koruptor. Seharusnya para narapidana pelaku extraordinary crime diberikan hukuman yang berat dan setimpal atas perbuatan mereka. Dan jika memungkinkan lakukan segera eksekusi mati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline