Lihat ke Halaman Asli

2004 : Garuda Cakar Malaysia. Kini Juga Bisa ?

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sekitar 500 suporter Indonesia.
Terkepung rapat 55.000 suporter Singapura.
Kami bertahan dengan "Indonesia Raya."

Saat itu, saya bersama Mayor Haristanto, juga suporter timnas Indonesia lainnya berhimpun di pojok timur laut Stadion Kallang Singapura. Minggu, 16 Januari 2005. Final  Piala Tiger 2004 leg kedua.

Beberapa hari  sebelumnya, Sabtu, 8 Januari 2005, kami juga ikut mendukung timnas berlaga pada leg pertama di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Sore harinya, rombongan satu bis kecil dari Pasoepati Solo itu sempat dijamu untuk mengisi acara One Stop Football di TV7, Gedung Dharmala.

Sejarah telah mencatat, kita gagal menjadi juara.

Pada pertandingan pertama, kita di kandang kalah 1-3 dari Singapura. Timnas Indonesia kebobolan tiga gol,  oleh tembakan bebas bek Daniel Bennet (naturalisasi asal Inggris), Khairul Amri dan si keling Agu Casmir (naturalisasi dari Nigeria). Pada waktu perpanjangan, tembakan bebas Mahyadi Panggabean menipiskan kedudukan menjadi 1-3.

Kembali ke Kallang. Setelah membentangkan spanduk besar yang kami bawa dari Solo, berbunyi “Bangkit Indonesia,” serentak kami suporter timnas Indonesia bangkit berdiri, tanpa komando. Kami bersama melagukan “Indonesia Raya.” Walau pertandingan belum resmi dimulai.

Ada rasa nasionalisme yang mendidih dan menggelegak di dada kami. Tetapi juga rasa haru, yang membuat pelupuk mata mengembang panas air mata. “Kami bangga sebagai bangsa Indonesia,” begitu kira-kira lagu yang berbunyi pada setiap dada kami.

Sebelum pertandingan dimulai, saya digamit oleh seseorang. Ia mengenalkan diri sebagai wartawan koran utama Singapura, The Straits Times.

Setelah bertukar kartu nama (saya bawa kartu nama sebagai pendiri komunitas penulis surat-surat pembaca, Epistoholik Indonesia), saya tahu nama pemuda ramah itu : Chan Yi Shen.

Ia bertanya : bagaimana peluang Indonesia di final malam ini. Saya katakan, berat. Tetapi saya juga punya impian yang mungkin muluk. Saya merujuk tulisan di kaos putih saya, tergores slogan “I Believe The Withe Magic.” Saya percaya terhadap daya magis seorang Peter Withe, pelatih timnas saat itu.

Kepada Chan Yi Shen, saya ajak dia surut ke belakang. Untuk menyimaki data laga semifinal saat Indonesia ketemu Malaysia. Pada laga pertama di Jakarta, 28 Desember 2004, Indonesia kalah 1-2. Gol Indonesia dicetak Kurniawan Dwi Yulianto. Tetapi Malaysia membobol gawang Hendro Kartiko dua gol lewat Liew Kit Kong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline