Bismillah,
Pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan presiden belum selesai jika belum digelar hak Angket oleh DPR. Kenapa? Karena kecurangan pemilu tahun 2024 bukan lagi rahasia umum. Sayangnya semua lembaga negara yang berkaitan erat dengan pemilu tidak mampu meyakinkan rakyat l. Sebut saja KPU, Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi telah gagal mengobati rasa percaya rakyat bahwa pemilu tahun 2024 baik-baik saja alias tidak terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematik dan masih. Mahasiswa, para guru besar dan masyarakat umum masih menginginkan agar hak konstitusional DPR digunakan untuk mengungkapkan kecurangan pemilu 2024. Jika tidak rakyat diyakini akan mengadakan parlemen jalanan.
Kehilangan kepercayaan
Sebagian besar rakyat Indonesia yang memperhatikan bagaimana KPU, Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi memainkan drama yang diyakini ada kecurangan di sana sini. Jika saja KPU terbuka dalam Sirekap dan memberi kesempatan tim forensik dari paslon 01 dan 03 memeriksa SIREKAP KPU maka kecurigaan terjadinya kecurangan salam pilpres tahun 2024 maka kepercayaan terhadap "lembaga pemilihan umum" itu tidak akan seburuk seperti sekarang ini.
Demikian juga imej masyarakat terhadap Bawaslu dan MK sama seperti anggapan mereka terhadap KPU. Tim pemenangnya pemilu nasional pasien 01 dan 03 serta para relawan sampai sekarang masih spektikal dengan kemenangan paslon 02. Mudah-mudahan segera menerima kemenangan 02 tersebut.
Parlemen jalanan vs parlemen Senayan
Satu hak konstitusional yang masih ada pada DPR yang diharapkan pada parlemen Senayan supaya tidak terjadi parlemen jalanan adalah hak Angket DPR. Hak ini ideal sekali digunakan untuk menyelidiki semua pihak yang terkait dengan dugaan kecurangan yang sudah terlanjur melekat dengan pemilu 2024. DPR mesti tidak boleh ragu untuk melaksanakan hak Angket itu karena itu memang hak konstitusional lembaga perwakilan rakyat itu. Gagal melakukan ini maka rakyat akan tetap menganggap pelaksanaan pemilu 2024 sebagai paling ugal-ugalan.
Rakyat ingin tahu siapa pelaksana kecurangan pemilu 2024 dan bagaimana agar kecurangan itu tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang. Penulis berharap agar semua pihak memahami kondisi "luka" yang diderita oleh rakyat Indonesia karena ketidakpercayaan mereka terhadap lembaga-lembaga pelaksana dan pengawas Pemilu 2024. Lebih tragis lagi mereka gagal mendapatkan keadilan dalam Mahkamah konstitusi setelah pengumuman pemenangnya pilpres oleh KPU tanggal 20 Maret 2024.
Jagalah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H