Lihat ke Halaman Asli

Supli Rahim

Pemerhati humaniora dan lingkungan

Pamanku M Djalim, Pedagang dan Petani yang Sukses

Diperbarui: 15 November 2020   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bismillah,

Muhammad Djalim bin Hamzah adalah pamanku, guruku. Beliau adalah adik almarhum ayahku. Sejak saya kecil pamanku ikut ayah dan ibu di dusun Tanjung Baru. Entah apa alasan mengapa dia ikut ayah yang hidupnya tidak kaya tapi tidak miskin. Tulisan ini mengambil sejumlah pelajaran di balik kebersamaan pamanku dalam keluarga ayah. Penulis memakai gaya saya.

Ayahku di mata paman

Penasaran adalah hal yang biasa bagi saya sebagai keponakan. Saya punya keingintahuan apa alasan paman ikut keluarga ayah. Saya bilang kepada paman, bahwa ayah saya kan orangnya garang dan hidupnya beraahaja, walau tidak miskin betul. Menurut paman, ayah kamu itu hatinya baik, dwmikian juga ibu dan kakek kamu itu. Mendengar penjelasan itu saya jadi lega dan senang.

Saya dan paman berdua saja di rumah. Ayah, ibu dan adik-adik menetap di sawah pada saat musim padi sawah, sementara kakek dan nenek menetap di kebun kopi, sekitar 10 km sebelah utara desa kami kala itu. Sawah keluarga ayah sekitar 2 km di juga di timur laut desa kami.

Bertahun-tahun saya berdua dengan paman Djalin. Beliau adalah guru saya, penjaga saya dan teman canda saya. Jjka ada PR maka pamanlah yang membantu menyelesaikannya. 

Alhamdulillah saya termasuk murid berprestasi kala itu. Oleh guru kelas 5 di Madrasah Idtidaiyah Muhammadiyah Tanjung Baru atau Lubuk Langkap, saya diminta pindah ke kelas 6. Ini berarti di Madrasah saya hanya 5 tahun.  Setelah saya sadari itu adalah berkah dari ikutnya paman Djalim di rumah ayah sejak saya kecil.

Paman menikah

Saya tidak begitu memahami kapan dan seperti apa acara akad nikah paman dengan istrinya, bibi saya. Yang saya tahu dia hilang dari rumah kami. Ini berarti saya harus tinggal bersama ayah dan ibu serta adik-adik di sawah. Sawah harus pulang dan pergi sendiri ke sekolah menyeberang sungai berkali-kali. Untuk pulang dan pergi ke sawah kami mesti menyeberang sungai air nipis sebanyak 3 kali. 

Paman Djalim mengunjungi ayah

Pada zaman baru menikah sampai dia punya anak tiga hingga empat orang, paman Djalim dan istri serta sejumlah anak mengunjungi keluarga ayah di sawah. Paman dan bibi ketika nengunjungi kami di sawah perlu berjalan 3 sampai 4 km. Itu dilakukan dengan berjalan kaki. Anak-anak pamandaada yang djsuruh berjalan, ada yang digendong.Sampai suatu saat paman dan bibi tidak lagi berkunjung karena anak paman mencapai tujuh orang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline