Lihat ke Halaman Asli

Supli Rahim

Pemerhati humaniora dan lingkungan

Benarkah Menteri Sri Mulyani bahwa Belanda Meninggalkan Utang?

Diperbarui: 2 November 2020   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Bismillah,

Penulis sangat terkejut mendengar pernyataan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani bahwa pemerintah Kolonial Belanda meninggal hutang sebanyak $ 10 milyar pada saat merdeka? Kenapa selama ini tidak satu presiden pun mengemukan itu? Mengapa DPR dan MPR tidak menanganggapi hal ini? 

Menteri Sri Mulyani lebih lanjut mengatakan:

Mulai dari situ tantangan perekonomian yang kita hadapi sangat berat. Perekonomian kita hancur akibat perang dan warisan dari penjajahan dan kas negara dalam situasi yang tiada," kata acara upacara peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) secara virtual, Sabtu (31/10/2020).

Logikanya tak masuk

Ketika sebuah negara baru merdeka wajar saja tidak ada uang, tidak ada aset, tidak ada apa-apa. Tetapi yang tidak wajar adalah negara yang baru berdiri mesti tidak punya hutang. Mengapa? Karena pada saat hutang yang dibuat oleh Belanda itu Indonesia itu belum ada. Dalam pinjam meminjam itu mesti ada perjanjian. Indoneaia bukan warisan dari pemerintah Belanda. Kita tidak memperoleh kemerdekaan dari Belanda. Kita perang dengan Belanda. Jadi pernyataan Menteri Keuangan itu mestinya batal demi hukum. Alias tidak masuk akal sehat, alias tidak ada relevansinya.

Bahwasanya ekonomi megara kita berat, penuh tantangan, ekonomi kita hancur akibat perang itu wajar-wajar saja. Itulah bagian dari tugas pemerintah  RI sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Pancasila.

Apa yang sesungguhnya terjadi?

Kebanyakan negara di dunia mengalami kegagalan dalam menjalankan roda perekonomian negara karena banyak persoalan yang terkait dengan sejumlah hal.

Pertama, negara baru merdeka pada umumnya tidak baik manajemen negaranya. Fungsi-funhsi pengelolaan berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan  nyaris tidak baik dan berjalan dengan sempurna. Bahwa Belanda mewariskan politik "divide et empera" yakni politik adu domba itu benar. Sifat-sifat itu ada melekat pada banyak masyarakat dan oknum pejabat pemerintah hingga waktu yang lama.

Kedua, negara baru seperti  Indonesia sulit melakukan pembangunan yang berasaskan keadilan dan pemerataan karena luasnya negara dan bobroknya mental para pelaksana negara yang mempunyai budaya nepotisme, korupsi dan koncoisme. Kita nyaris tidak ada prestasi dalam memperbaiki imej sebagai bangsa yang bebas KKN.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline